
KUTIPAN – Kalau ada yang nawarin kamu uang Rp800 ribu cuma buat direkam retinanya, kamu bakal langsung bilang “deal” atau mikir dulu lima kali? Sebab itulah yang lagi rame di medsos belakangan ini. Aplikasi bernama World App mendadak viral gegara janji manisnya: rekam data retina dan biometrik kamu, dapet imbalan. Lumayan sih. Tapi… tunggu dulu.
Akhirnya, suara keras netizen bersambut. Mabes Polri buka suara. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, polisi gak akan tinggal diam kalau nanti terbukti ada pelanggaran hukum dalam operasional aplikasi ini.
“Polri akan mengambil langkah-langkah penegakan hukum apabila ditemukan pelanggaran. Namun tentu semua itu dilakukan dengan berkoordinasi bersama stakeholder terkait,” ujar Trunoyudo di Bareskrim, Selasa (6/5).
Bahasanya sopan, tapi pesannya jelas: Polisi siaga. Bukan karena aplikasi ini viral semata, tapi karena isunya serius. Kita lagi ngomongin data biometrik, Bung. Retina, wajah, sidik jari—semua itu identitas digital yang nggak bisa di-reset kayak password.
“Polri akan bertindak untuk melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, termasuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas),” lanjut Trunoyudo dengan nada khas pejabat yang udah kenyang menghadapi kasus teknologi.
Sementara itu, dari kubu sebelah, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sudah lebih dulu menekan tombol darurat. Mereka ngebekukan sementara izin aplikasi ini. Dirjen Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa ini langkah preventif.
“Langkah ini bersifat preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat,” katanya di situs resmi Komdigi. Ia juga menambahkan, PT Terang Bulan Abadi—pihak yang mengurus layanan World Coin dan World ID di Indonesia—akan segera dipanggil buat klarifikasi resmi.
Kalau kamu merasa nama perusahaannya agak dreamy, ya memang. Tapi jangan biarkan nama-nama indah membuat kita lupa betapa kerasnya dunia digital saat ini.
Kenapa ini jadi penting? Ya karena perekaman retina yang sempat dilakukan di Bekasi (dan mungkin beberapa tempat lain juga) bikin netizen heboh. Foto-foto alat pemindai retina itu viral, dan netizen langsung terbelah dua: ada yang nanya di mana bisa ikut biar dapet uang, dan ada yang langsung was-was takut data dijual ke alien.
Tapi ini bukan soal takut berlebihan. Di era di mana data lebih mahal dari emas, rekam-retina-dapet-duit itu seperti ngasih kunci rumah ke orang asing, cuma karena dia bilang, “Tenang aja, saya nggak jahat kok.”
Di sisi lain, publik juga perlu dikasih ruang buat mikir logis. Kalau transaksi digital aja sekarang kudu waspada, apalagi yang menyangkut identitas biologis? Kalau nanti data kita bocor atau dijual, nggak ada tombol “undo” kayak di dokumen Word.
Sekarang semua mata tertuju ke Polri dan Komdigi. Apakah mereka bakal benar-benar mengusut, atau cuma sebatas klarifikasi dan jumpa pers? Kita tunggu saja. Yang jelas, data pribadi itu kayak celana dalam: nggak boleh sembarangan ditunjukin, apalagi dikasih ke orang asing cuma karena dikasih imbalan.
Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.