
KUTIPAN – Kalau ada yang bilang lokasi tambang itu cuma penuh dengan alat berat dan suara bising, sepertinya harus ditambah satu lagi: potensi konflik yang bisa tiba-tiba meletus kayak popcorn di penggorengan. Di Desa Tanjung Irat, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, suasana panas itu meledak di sebuah jeti tambang milik salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Lingga.
Peristiwa terjadi belum lama ini, bukan karena kecelakaan kerja atau kesalahan teknis, tapi karena satu hal yang sebenarnya sederhana—permintaan untuk menghentikan aktivitas pemuatan barang. Kedengarannya biasa saja, tapi ternyata bisa cukup untuk membuat dua orang berakhir jadi korban pemukulan.
Kapolres Lingga, AKBP Pahala Martua Nababan, menjelaskan bahwa insiden ini bermula dari kedatangan tujuh orang dari pihak subkontraktor perusahaan yang nama perusahaannya di inisial kan Kapolres dengan inisial PT H.
Mereka datang ke lokasi jeti dengan menggunakan kapal. Tujuannya bukan untuk berwisata, tapi menyampaikan permintaan penghentian sementara aktivitas pemuatan (loading) di sana.
“Peristiwa bermula ketika tujuh orang dari pihak subkontraktor PT H (inisial) mendatangi lokasi jeti menggunakan kapal dengan maksud meminta agar aktivitas pemuatan (loading) dihentikan sementara,” ujar AKBP Pahala.
Tapi ternyata, di lapangan, teori dan praktik bisa beda jauh. Permintaan yang kelihatannya administratif ini malah memicu cekcok. Situasi yang awalnya tegang berubah jadi panas, dan dari panas menjadi tindak kekerasan. Dalam konflik itu, seseorang yang ada di lokasi jeti, berinisial AC, diduga melakukan pemukulan terhadap dua anggota dari rombongan subkontraktor tersebut.
“Dalam perselisihan itu, saudara AC tidak mampu menahan emosi dan melakukan pemukulan terhadap pihak subkontraktor,” lanjut Kapolres.
Dari informasi yang dihimpun, salah satu korban pemukulan diketahui merupakan putra daerah—lahir di Singkep Barat, tapi kini tinggal di Tanjungpinang. Sementara inforrmasi lainnya diketahui, PT H yang diinisial Kapolres itu meupakan PT Hermina Jaya, dan jeti tempat terjadi aksi itu jeti milik PT Telaga Bintan Jaya.
Polisi sudah menerima laporan, dan saat ini proses hukum berjalan. Tapi belum ada tersangka yang ditetapkan. Pihak kepolisian tengah menunggu kehadiran tujuh saksi, yang diharapkan bisa memberikan gambaran lebih terang soal kejadian di jeti tersebut.
“Proses penanganan masih berjalan. Kami akan memeriksa para saksi untuk mendalami kronologi dan menentukan status hukum dari kejadian ini,” ujar AKBP Pahala.
Belum jelas juga apakah ada unsur perencanaan, provokasi, atau hanya sekadar konflik spontan. Tapi yang jelas, konflik seperti ini seharusnya bisa dicegah. Komunikasi di lokasi kerja—apalagi lokasi rawan seperti area tambang—seharusnya dibarengi kontrol emosi dan prosedur yang jelas.
Sampai saat ini, publik masih menanti hasil penyelidikan polisi. Satu hal yang pasti: hukum harus bekerja, dan semua pihak harus belajar bahwa emosi bukan solusi, apalagi dalam urusan kerja.
Laporan: Yuanda Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.