
KUTIPAN – Senin malam, 5 Mei 2025, sekelompok siswa berseragam putih biru sedang merayakan kelulusan dengan cara yang (katanya) seru: nongkrong di warung, sebagian besar sambil memeluk erat motor-motor yang siap dibejek gasnya kapan saja. Lokasinya di Warung Tanjung Siambang, Dompak, Tanjungpinang. Tapi sayangnya, euforia itu tidak berlangsung lama. Mereka bubar jalan. Bukan karena disuruh ibu lewat WhatsApp, tapi karena kedatangan tamu tak diundang: petugas gabungan dari Polresta Tanjungpinang dan Satpol PP.
Kalau kita bertanya: kenapa harus dibubarkan? Jawabannya bukan karena mereka merokok di warung atau balap liar di TikTok. Tapi karena potensi gangguan lalu lintas akibat konvoi kendaraan yang biasanya jadi tradisi tak tertulis tiap musim kelulusan tiba. Ya, tradisi yang entah sejak kapan dianggap keren padahal risiko celakanya lebih nyata daripada nilai UNBK.
Menurut AKP Adam Yurizal Sasono, Kasat Samapta Polresta Tanjungpinang, langkah ini murni preventif. Bukan mau merusak suasana bahagia, tapi justru ingin memastikan jalanan tetap waras dan pengguna jalan lainnya bisa sampai rumah tanpa drama ban selip karena konvoi anak SMA.
“Kita melakukan antisipasi supaya tidak mengganggu pengguna jalan raya,” ujar AKP Adam Yurizal Sasono.
Ia menambahkan, petugas memberikan imbauan agar para siswa segera pulang ke rumah masing-masing. Bukan hanya untuk ketertiban, tapi demi keselamatan mereka juga. Karena sejujurnya, selebrasi kelulusan di atas motor itu nggak sebanding sama risiko patah tulang atau nabrak tiang listrik.
“Kami imbau untuk segera pulang, jangan sampai keberadaan mereka justru membahayakan pengguna jalan lain,” tambah Adam.
Sementara itu, Kabid Trantib Satpol PP Tanjungpinang, Irwan Yakub, memastikan pendekatan yang dilakukan cukup soft. Bukan model tenteng tongkat dan gebrak helm, tapi pembinaan ringan dan pembubaran secara humanis. Toh, ini bukan razia narkoba. Ini cuma anak-anak yang sedang senang lulus, tapi belum tahu cara rayakan tanpa bikin resah warga.
“Bersama Polresta, kita lakukan pembinaan dan pembubaran, dengan pengawalan agar tetap tertib,” ujarnya.
Dan benar juga sih, kalau dipikir-pikir: apa iya satu-satunya cara menunjukkan kegembiraan adalah dengan konvoi motor rame-rame, klakson ditekan macam sirine ambulans, belum lagi yang bawa spanduk tulisan “LULUS WOYY!!” sambil berdiri di jok motor? Coba, kapan terakhir konvoi kayak gitu dianggap inspiratif sama HRD waktu kalian ngelamar kerja?
“Rayakan kelulusan dengan suka cita, tapi pilih cara yang aman dan tidak merugikan siapa pun. Konvoi bisa berbahaya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain,” pungkas Irwan.
Yah, memang susah ya kalau antara kebahagiaan dan ketidaktertiban itu cuma dibatasi oleh knalpot brong. Tapi setidaknya, aparat di Tanjungpinang sudah sigap. Mereka paham, euforia remaja itu tidak bisa dilarang, tapi bisa diarahkan.
Mungkin, ke depan, sekolah dan orang tua bisa duduk bareng merancang perayaan kelulusan yang lebih waras. Misalnya, piknik ke pantai, bakti sosial, atau minimal syukuran nasi tumpeng kecil-kecilan yang tidak melibatkan polisi lalu lintas.
Karena bahagia itu memang hak semua orang. Tapi kalau bahagianya sampai bikin orang lain was-was di jalanan, mungkin sudah saatnya cara rayanya diganti.
Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.