
KUTIPAN – Di negeri yang 96 persen wilayahnya adalah laut, menjaga perairan bukan cuma tugas nelayan atau aparat, tapi juga mereka yang peduli dan (kadang) belum tentu digaji. Maka lahirlah gerakan rakyat bernama Pokmaswas—kelompok masyarakat pengawas laut—yang kini makin tumbuh subur di Kepulauan Riau.
Dalam semangat menjaga “permata biru Indonesia”, Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura membuka langsung pelatihan sekaligus pelantikan tujuh Pokmaswas baru. Acara ini digelar dua hari penuh, 5–6 Mei 2025, di Hotel Aston, Tanjungpinang—tempat yang lebih sering jadi lokasi seminar daripada tempat ngobrolin nasib laut.
Kegiatan ini adalah hasil kolaborasi antara Konservasi Indonesia dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri. Tujuannya mulia: memperkuat kapasitas masyarakat lokal agar bisa jadi garda depan penjaga laut, tanpa perlu nunggu sirene patroli atau kiriman APBD cair duluan.
Tujuh Pokmaswas yang dikukuhkan datang dari berbagai sudut Bintan:
-
Pokmaswas Gurita Kawal – Kawal, Gunung Kijang
-
Pokmaswas Bintang Laut – Mantang Baru, Mantang
-
Pokmaswas Perisai – Mapur, Bintan Pesisir
-
Pokmaswas Srikandi – Berakit, Teluk Sebong
-
Pokmaswas Pusat Berkumis – Teluk Bakau, Gunung Kijang (iya, namanya memang ‘berkumis’)
-
Pokmaswas Camar Laut – Malang Rapat, Gunung Kijang
-
Pokmaswas Dugong – Pengudang, Teluk Sebong
Wakil Gubernur menyampaikan bahwa laut bukan hanya halaman depan rumah Kepri, tapi juga harta karun masa depan.
“Peran Pokmaswas sangat strategis sebagai garda terdepan dalam menjaga kawasan konservasi. Laut kita adalah permata biru Indonesia, kekayaan yang harus kita jaga bersama,” tegas Nyanyang Haris Pratamura dengan suara tenang, khas pejabat tapi tetap menyentuh.
Nyanyang juga menyentil soal polusi laut yang kerap datang barengan angin utara. Musim yang katanya bikin nelayan resah dan aktivis lingkungan makin rajin ngoceh.
“Hal ini kami nilai sangat krusial untuk mencegah dan menangani pencemaran lintas batas yang dapat mengancam ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya pesisir di wilayah perairan perbatasan Indonesia.” katanya.
Maka dari itu, ia menyerukan kolaborasi lintas sektor dan lintas negara. Malaysia, Singapura, bahkan kedutaan besar disebut-sebut. Laut memang tak kenal garis batas—minyak hitam bisa nyasar ke mana pun, tanpa paspor.
Dan meskipun uang negara terbatas, Wagub percaya kekuatan rakyat bisa jadi pelindung laut paling tangguh.
“Semoga dengan pelatihan ini, sistem pengawasan kawasan konservasi di Kepulauan Riau akan semakin kokoh, berbasis partisipasi masyarakat, dan mampu menjawab tantangan pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan di masa depan,” pungkasnya.
Acara ini turut dihadiri oleh para pemangku kepentingan yang tak hanya datang untuk selfie dan makan siang. Ada Kepala DKP Kepri Said Sudrajat, Program Manager Perikanan Konservasi Indonesia Burhanudin, perwakilan STISIPOL Raja Haji, serta para camat dari wilayah konservasi yang disebut-sebut.
Di tengah segala keterbatasan, laut Kepri tetap punya harapan. Selama masih ada yang mau berkumis dan jadi Pokmaswas, siapa tahu laut kita benar-benar bisa kembali biru. Bukan karena tumpahan solar, tapi karena dijaga sepenuh cinta.
Disclaimer:
Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan kegiatan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.co.