
KUTIPAN – Ada yang bilang, harapan itu seperti jalan aspal: mulus di angan, bolong di kenyataan. Nah, warga Lingga sepertinya ngerti betul soal peribahasa itu—terutama yang sering lewat Jalan Roro Penarik.
Pada Kamis, 24 April 2025, di bawah panas matahari yang cukup bikin kulit pengendara auto dua tingkat lebih gelap, Wakil Bupati Lingga, Novrizal, bersama rombongan dari Dinas PU Kabupaten Lingga, turun langsung ke medan perang—eh, jalan rusak maksudnya. Jalan yang dimaksud bukan cuma sekadar lecet-lecet halus, tapi sudah masuk kategori “uji nyali”. Kalau hujan turun, kubangan air langsung buka cabang di mana-mana. Motor tergelincir bukan hal aneh, bahkan bisa jadi tontonan gratis ketika turun hujan.
Jalan ini bukan sembarang jalan. Bukan pula jalan ke surga atau ke pelaminan. Ini adalah akses logistik. Jalan kehidupan. Jalan yang kalau rusak, harga barang bisa ikut naik. Tapi lucunya, jalan ini statusnya bukan milik kabupaten. Ia adalah anak kandung Provinsi.
Wabup Novrizal menyampaikan, “Pengerasan ini sifatnya sementara sambil menunggu Provinsi yang akan melakukan penanganan penuh atau pengaspalan.”
Nah loh, kata kuncinya: sementara. Ini kayak mantan yang bilang “kita break dulu ya,” padahal gak jelas ujungnya. Tapi Pemkab Lingga memilih gak mau nunggu sampai jalan itu berubah jadi kolam ikan lele. Maka dimulailah pengerasan jalan dengan 3 unit alat berat. Lumayan, dari pada nunggu janji aspal turun dari langit.
Padahal, katanya nih ya, pihak Provinsi udah masukin Jalan Penarik ke daftar prioritas pengaspalan tahun ini. Tapi seperti juga daftar prioritas mantan, tergantung mood dan kepentingan. Yang penting udah ditulis, soal dikerjain atau nggak, itu perlu ditunggu realisasinya.

Gerakan cepat Pemkab ini patut diapresiasi. Walaupun jalan bukan “anaknya”, tapi tetap diurusin. Ini beda dengan sebagian orang yang bahkan anak kandung sendiri aja masih suka diabaikan pas udah ribut minta jajan. Gak gampang jadi pemerintah daerah yang harus kerja ganda: mikirin jalan kabupaten, tapi juga harus tutup lubang provinsi. Capek di kaki, capek juga di logika.
Bisa dibilang, langkah Wabup Novrizal dan Dinas PU ini mirip tetangga baik yang bantuin pas rumah orang lain kebakaran. Emang sih, bukan rumahnya, tapi kalau dibiarkan, bisa merembet. Jalan rusak itu bukan soal estetika semata, tapi nyawa, ekonomi, dan kenyamanan warga yang jadi taruhannya.
Jadi, sambil nunggu aspal turun dari langit atau minimal dari provinsi, warga Lingga bisa napas sedikit lega. Jalan Penarik mulai dikeraskan. Ya, meski belum bisa ajak boncengan sambil nyanyi lagu mellow di atas motor tanpa takut nyungsep, tapi setidaknya udah bisa dilewati tanpa perlu skill motocross.
Tapi jangan sampai ini jadi kebiasaan: pemerintah pusat dan provinsi nunggu daerah turun tangan dulu baru gerak. Itu sama aja kayak nungguin teman bayar tagihan duluan di kafe, baru ngaku gak bawa dompet.
Harapannya sih, provinsi betulan datang bukan sekadar mampir di daftar prioritas. Karena jalan mulus bukan cuma enak buat dilalui, tapi juga bisa bikin ekonomi warga jadi ngebut—dalam arti yang baik, tentu saja.
Laporan: Yuanda Editor: Fikri Tulisan ini masuk dalam rubrik Suara/Kabar Kutipan kiriman laporan wartawan yang telah dipoles dengan gaya media kutipan, santai biar ga kaku kayak kanebo kering. Kalau mau kirim tulisan bisa kirim ke penuliskutipandotco@gmail.com (asal bukan hoaks)