
KUTIPAN – Sabtu 1 September 2025 di Stadion Temenggung Abdul Jamal, suasana bukan main riuhnya. Ribuan pasang mata menatap lapangan dengan tegang, sorak dan peluit jadi satu, seperti orkestra khas final yang menandai siapa paling tangguh di rumput hijau.
Final Piala Bergilir Wali Kota Batam dan Piala Tetap Wakil Wali Kota Batam 2025 mempertemukan PS Batam dan RPC, dua tim yang sepanjang turnamen tampil menggigit dan bikin penonton enggan ke kantin.
Di tengah tribun utama, Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, hadir langsung menyaksikan laga puncak itu. Tak cuma duduk manis, wajahnya tampak ikut tegang tiap kali bola nyaris masuk gawang.
Setelah 90 menit penuh adrenalin, RPC sukses menaklukkan PS Batam dengan skor 2–0. Dua gol yang bukan cuma bikin fans RPC melompat kegirangan, tapi juga menegaskan siapa penguasa lapangan tahun ini. Posisi ketiga disabet oleh A7, sementara Kelimutu FC harus puas di urutan keempat.
Usai pertandingan, Amsakar naik ke podium dan menyampaikan apresiasi yang hangat untuk semua pihak—pemain, panitia, dan masyarakat. Ia menegaskan nilai utama dari olahraga bukan semata kemenangan, melainkan kebersamaan dan sikap sportif.
“Hari ini kita menyaksikan pertandingan yang penuh sportivitas. Rivalitas hanya ada di lapangan, di luar itu kita semua satu dalam semangat olahraga,” ujar Amsakar.
Kalimat itu terasa menampar lembut ego para suporter garis keras—bahwa sepak bola sejatinya bukan perang, tapi pesta yang dirayakan bersama.
Amsakar kemudian melanjutkan, bicara soal masa depan olahraga Batam. Menurutnya, turnamen semacam ini tak boleh berhenti di seremoni tahunan. Lebih dari itu, ia melihat Piala Wali Kota Batam sebagai bagian penting dari ekosistem pembinaan atlet muda.
“Tidak akan lahir prestasi tanpa kompetisi. Kompetisi yang baik harus dilaksanakan secara rutin, karena dari sanalah muncul pemain-pemain handal yang dapat mengharumkan nama Batam,” tambahnya.
Ada logika yang sulit dibantah di sana. Prestasi memang tidak lahir dari pidato atau foto bareng trofi, tapi dari lapangan yang terus hidup oleh pertandingan dan semangat bersaing sehat.
Selama 16 hari pelaksanaan turnamen, atmosfer sepak bola di Batam terasa berbeda. Lapangan jadi lebih hidup, masyarakat ikut larut dalam euforia, dan banyak yang mendadak jadi komentator dadakan di warung kopi. Semua berlangsung lancar tanpa insiden berarti, sesuatu yang jarang terjadi di turnamen lokal berskala besar.
“Saya bangga karena semuanya berjalan sangat baik. Ini bukti bahwa insan olahraga Batam sudah matang dan mampu membina generasi berprestasi,” ucap Amsakar.
Ucapan itu menutup rangkaian panjang kompetisi yang penuh energi. Di akhir acara, Amsakar Achmad menyerahkan langsung Piala Bergilir dan Piala Tetap kepada para juara. Sorak, tepuk tangan, dan sedikit semburan konfeti dari panitia jadi latar kemenangan yang layak dirayakan.
Kejuaraan ini bukan hanya urusan skor akhir. Di balik gemuruh stadion, ada semangat baru: Batam sedang membangun kembali gairah sepak bolanya. Pemerintah kota berkomitmen melanjutkan dukungan bagi kegiatan olahraga, agar dari lapangan-lapangan ini kelak lahir pemain yang bisa membuat publik nasional bertanya, “anak Batam yang mana, tuh?”





