
KUTIPAN – Di Lingga, proyek smelter alumina yang diusung PT Tiansan lagi-lagi jadi perbincangan. Tapi kali ini, bukan soal izinnya, bukan juga soal dana. Masalahnya adalah lokasi. Yup, lahan buat bangun smelter itu ternyata deket banget sama kawasan strategis militer.
Untungnya, ini bukan cerita pejabat yang cuma duduk di balik meja. Bupati Lingga, Muhammad Nizar, nggak mau cuma jadi penonton di tengah tarik-ulur antara investasi dan pertahanan negara. Justru dia yang ngacir duluan cari solusi, sebelum proyek ini kena rem tangan dari pusat.
Dua bulan lalu, surat resmi usulan lahan pengganti langsung dikirimkan ke Menteri Pertahanan. Gak nanggung-nanggung, tembusannya ke Presiden dan DPR RI juga. Jadi bukan main-main. Surat itu jadi semacam sinyal bahwa Pemkab Lingga serius cari jalan tengah.
Yang menarik, lahan pengganti ini awalnya diminta PT Tiansan. Tapi bukannya langsung ambil alih, perusahaan itu malah balik minta tolong ke Pemda Lingga buat bantu cari lokasi baru. Yaudah, akhirnya Pemda juga yang kerja dua kali.
Dan benar saja, Pemkab Lingga langsung ngasih dua nama lokasi alternatif:
-
Pekajang Besar, Kecamatan Lingga
-
Pulau Sebangka, Kecamatan Senayang
Pilihannya nggak asal tunjuk peta. Lokasinya udah dihitung sedemikian rupa supaya nggak nyerempet kawasan militer. Terutama Pulau Sebangka yang sekarang malah mulai dilirik sama pihak Kemhan dan KSAL. Lagi dicek tuh koordinatnya.
Nah, di sinilah keliatan jelas upaya Bupati Nizar. Nggak cuma ngirim surat lalu pasrah, beliau juga aktif bangun komunikasi dengan pusat—mulai dari Kemhan sampai TNI AL. Menurut beliau, pembangunan harus tetap jalan, tapi keamanan negara jangan dilupakan.
“Kami ingin pembangunan berjalan lancar, tetapi tidak boleh mengabaikan aspek keamanan dan kepentingan pertahanan nasional. Karena itu kami bersedia membantu mencarikan lokasi alternatif yang sesuai,” ujar Bupati Nizar.
Yang bikin salut, Bupati nggak cuma ngurus administratif doang. Dia juga rajin nge-push agar bisa segera ketemu langsung dengan petinggi-petinggi pusat. Di sinilah peran Endipat Wijaya, anggota DPR RI dari Kepri, ikut masuk gelanggang. Endipat bantu dorong supaya pertemuan antara Pemkab dan Menhan/KSAL bisa terjadi secepatnya. Tujuannya biar semua pihak satu frekuensi.
Kalau dilihat dari kacamata strategis, ini bukan cuma soal bangun pabrik. Tapi juga ujian bagaimana kepala daerah mengatur keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keamanan negara. Dan sejauh ini, langkah Bupati Lingga patut diacungi jempol. Beliau nggak nabrak aturan, tapi juga nggak mematikan investasi.
Soalnya, proyek smelter ini punya potensi gede buat mendongkrak ekonomi daerah. Tapi ya itu tadi, kalau salah langkah malah bisa bikin pusat tarik rem darurat. Jadi wajar kalau upaya Bupati ini dilihat sebagai bentuk kepemimpinan adaptif. Mau gerak cepat, tapi tetap lewat jalur aman.
Sebagai catatan, urusan kayak gini nggak bisa diserahkan ke satu pihak aja. Butuh sinergi antara pengembang, pemerintah daerah, dan pusat. Dan di kasus ini, Bupati Nizar nggak cuma jadi penonton, tapi tampil sebagai ‘pengatur lalu lintas’ supaya semua kendaraan bisa jalan bareng-bareng tanpa tabrakan.
Semoga saja titik temu segera ketemu. Karena ketika pembangunan dan pertahanan bisa duduk bareng di meja yang sama, itu tandanya kita benar-benar sedang membangun negeri ini, bukan sekadar proyek.
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.
Untuk informasi beragam lainnya ikuti kami di medsos:
https://www.facebook.com/linggapikiranrakyat/
https://www.facebook.com/kutipan.dotco/