
KUTIPAN – Siapa bilang negara nggak bisa tegas? Siapa bilang hukum cuma tajam ke bawah, tumpul ke atas? Nah, ini ada kabar segar dari Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, yang mungkin bisa bikin kita sedikit optimis.
Pada Senin, 5 Mei 2025, Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki, datang ke Mapolres OKI bukan buat seremoni pemotongan pita atau tepuk tangan basa-basi. Beliau datang dengan satu tujuan: mengapresiasi kinerja kepolisian yang—dalam bahasa sederhananya—berhasil membongkar kasus pembunuhan di tiga kecamatan.
Tiga kecamatan, lho. Bukan satu. Bukan dua. Tiga. Dan bukan kasus maling sendal di masjid, tapi kasus pembunuhan. Nyawa melayang. Urusannya bukan cuma hukum, tapi juga kemanusiaan.
“Terima kasih kepada Pak Kapolres OKI dan seluruh jajaran atas gerak cepat dalam mengungkap kasus pembunuhan di tiga kecamatan,” ujar Bupati Muchendi, yang sepertinya sedang menahan rasa haru—atau marah, atau dua-duanya.
Kalimat ini sederhana, tapi berat. Sebab kita tahu, membongkar kasus pembunuhan itu bukan cuma soal nyalain sirine dan nangkep orang. Ada proses panjang, ada investigasi yang teliti, ada tantangan yang nggak semua bisa dilihat dari permukaan. Polisi mungkin kayak main puzzle berdarah, sambil dikejar waktu dan ekspektasi publik.
Makanya, Bupati Muchendi nggak cuma bilang terima kasih. Beliau bilang begini, dan ini penting:
“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pak Eko selaku Kapolres OKI beserta seluruh jajarannya. Terima kasih karena telah menunjukkan bahwa negara hadir untuk melindungi rakyatnya. Bahwa hukum ditegakkan, dan tidak ada satu pun nyawa yang dianggap sepele.”
Ini bukan sekadar pujian formal. Ini semacam pernyataan ideologis. Bahwa hukum itu bukan pajangan di dinding balai desa. Bahwa nyawa itu bukan angka statistik di laporan tahunan. Negara yang hadir bukan cuma soal gedung kantor camat yang dicat ulang, tapi aparat yang hadir saat rakyat butuh perlindungan.
Di bagian lain, Bupati juga bicara soal integritas. Katanya, aparat yang bekerja dengan hati, dengan niat tulus, pasti bisa menegakkan kebenaran. Di tengah derasnya tudingan masyarakat yang sering sinis ke aparat, ucapan ini jadi semacam pengingat: kalau masih ada yang kerja dengan ikhlas, maka hukum masih punya harapan.
Harapan itu juga dititipkan ke proses hukum yang sedang berjalan. Bupati bilang, semoga semua berjalan lancar, transparan, dan adil. Ya, kita tahu, harapan soal “adil” kadang sering terdengar klise. Tapi saat kepala daerah ngomong gitu dengan lantang, kita boleh sedikit berharap bahwa ini bukan cuma basa-basi sambil nunggu kamera wartawan nyala.
Dan seperti tokoh bijak di akhir film, Bupati juga kasih pesan ke masyarakat:
“Kami mengimbau kepada masyarakat agar semua ini dijadikan pelajaran. Sikapi setiap permasalahan dengan kepala dingin, hati yang tenang, dan jangan mudah terprovokasi. Mari bersama-sama menjaga ketertiban dan keamanan di lingkungan kita masing-masing.”
Ini penting. Karena pembunuhan, seringkali, bukan hanya soal dendam pribadi. Tapi juga tentang tumpukan masalah yang nggak pernah selesai dibicarakan, emosi yang gampang meledak, dan masyarakat yang kadang terlalu gampang termakan provokasi.
Jadi, ayo, sebelum kita ikut-ikutan nge-judge atau nyebar hoaks, ingat: menjaga keamanan bukan cuma tugas polisi. Tapi tugas semua warga. Mulai dari yang doyan nongkrong di pos ronda, sampai yang aktif di grup WhatsApp RT.***
Editor: Husni Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.