
KUTIPAN – Ketika sebagian orang mengenang masa kecil dengan cerita dongen atau tokoh robot, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra justru tumbuh dengan kisah tentang sebuah gunung bercabang tiga. Bukan sembarang gunung, tapi Gunung Daik, ikon kebanggaan Kabupaten Lingga yang berjuluk Bunda Tanah Melayu. Maka tak mengherankan bila saat berkesempatan hadir dalam Tabligh Akbar di Daik pada Senin (27/10/2025) malam, nostalgia itu ikut hadir menemani langkahnya.
Dalam sambutan yang membuat suasana jadi lebih teduh, Yusril membagikan memori masa kecil yang masih utuh dalam ingatan.
“Waktu saya masih kecil, kakek saya bercerita tentang Daik. Katanya Daik itu kota yang indah, ada gunung yang menjulang tinggi, dan gunung Daik itu bercabang tiga,” ujar Yusril di hadapan ribuan jamaah.
Namun hidup memang kerap menjungkirbalikkan ekspektasi. Begitu kakinya menjejak Daik, Yusril penasaran dan langsung mencari kebenaran kepada orang yang paling berwenang soal gunung yang tepatnya berada di Daik Lingga, Kabupaten Lingga, Kepri.
“Saya tanya kepada Pak Gubernur, ternyata cuma ada dua. Tapi Pak Gubernur bilang dulu memang ada tiga, sekarang tinggal dua,” ungkapnya.
Ternyata, ini adalah momen perdana Yusril berkunjung ke Lingga. Pulau yang dulu hanya hidup dalam cerita sang kakek, kini hadir di depan mata, lebih indah daripada yang ia bayangkan.
“Dan pertama kalinya saya datang ke Lingga dan ke Daik, dan kakek saya tidak salah, pulau ini memang indah,” ucapnya.
Silaturahmi pun tidak dilakukan sendirian. Sebab jika sedang pulang kampung versi Melayu, tentu lebih seru kalau batalion keluarga ikut serta.
“Saya ajak kakak-kakak saya dan adik saya juga untuk berkunjung ke Provinsi Kepri, khususnya ke Kabupaten Lingga, ke Kota Daik ini. Untuk bersilaturahim dengan keluarga yang ada di sini,” tambahnya.
Rupanya keluarga besar Yusril tersebar lintas negeri, bukan cuma antar pulau. Dari Daik, Tanjungpinang, hingga Singapura dan Johor, jaringan persaudaraan itu terhampar luas.
“Adik-adik saya, kakak-kakak saya, tidak pernah lupa bahwa kami orang Melayu. Datok saya bergelar Tengku, pasti dia orang Melayu. Dan kalau ditanya asalnya, mereka bilang dari Johor,” katanya.
Kedatangan ini tak sekadar perjalanan dinas, melainkan upaya untuk merawat akar yang sempat berjauhan.
“Saya berusaha untuk napak tilas bertemu dengan keluarga itu. Dan satu demi satu, Alhamdulillah, dapat bertemu,” tuturnya haru.
“Ini merupakan satu malam, satu hari yang sangat membahagiakan bagi kami sekeluarga. Datang bersilaturahim,” ucapnya.(Arp)





