KUTIPAN – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemanfaatan batubara sebagai sumber energi di Indonesia akan tetap dilanjutkan. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon. Dalam upaya ini, pemanfaatan batubara akan dilakukan secara bertahap dan didukung dengan penerapan teknologi ramah lingkungan, seperti Clean Coal Technology (CCT).
Dalam rilis resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM pada Senin (9/9/2024), Bahlil menjelaskan bahwa langkah konkret yang diambil pemerintah mencakup pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan penerapan CCT pada PLTU yang masih beroperasi.
“Kami berkomitmen untuk menjaga keamanan pasokan energi dalam negeri, sementara menuju net zero dengan didukung oleh kebijakan, investasi, dan teknologi ramah lingkungan pada PLTU,” ungkap Bahlil saat menghadiri acara Coaltrans Asia 2024 di Bali.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menyusun peta jalan untuk pemensiunan dini 13 PLTU, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan. Proses ini akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan aspek keekonomian, serta mencegah terjadinya gejolak kekurangan pasokan listrik dan kenaikan harga.
Bahlil menambahkan, untuk PLTU yang tetap beroperasi, pemerintah akan menerapkan teknologi supercritical dan ultra-supercritical yang lebih ramah lingkungan. Saat ini, terdapat tujuh PLTU batubara dengan total kapasitas 5.455 megawatt (MW) yang telah mengadopsi teknologi ini, termasuk PLTU Cirebon, PLTU Paiton 3, PLTU Cilacap 3, PLTU Adipala, PLTU Banten/LBE 1, PLTU Jawa 7 Unit 1, dan PLTU Jawa 8.
Selain itu, pemerintah juga merencanakan pengembangan PLTU dengan teknologi ultra-supercritical di sembilan lokasi di Pulau Jawa dengan total kapasitas 10.130 MW hingga 2028, yang setara dengan 37,43 persen dari total perencanaan PLTU batubara.
Kementerian ESDM juga mendorong penerapan cofiring di PLTU, yang merupakan pencampuran bahan bakar batubara dengan biomassa, termasuk bahan yang berasal dari perkebunan sawit dan sumber lainnya. Strategi ini terbukti efektif dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU.
Saat ini, hampir 60 persen atau sekitar 91 gigawatt (GW) dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia masih bergantung pada batubara. Oleh karena itu, pemerintah menyadari bahwa transisi energi ini harus dilakukan dengan langkah yang hati-hati.
“Kami berkomitmen untuk melakukan transisi energi yang adil dengan memperhatikan kesejahteraan pekerja, masyarakat, dan industri yang bergantung pada batubara. Ini termasuk pelatihan ulang pekerja dan diversifikasi ekonomi lokal,” tutup Bahlil.
Dengan berbagai upaya ini, pemerintah berharap transisi energi dapat berjalan dengan lancar, sambil tetap menjaga stabilitas pasokan listrik dan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang terdampak.