KUTIPAN – Di setiap detik yang berharga, Ramadhan menyajikan pelajaran tak ternilai bagi jiwa yang haus akan kedamaian dan kebaikan. Tidak hanya menjadi bulan penuh berkah dan ampunan, namun juga menjadi momen yang ditunggu-tunggu untuk melangkah lebih dekat kepada Sang Pencipta dengan ketaatan yang tulus. Salah satu ritual penting yang menghiasi akhir bulan suci ini adalah pembayaran zakat fitrah.
Zakat fitrah, sebagai salah satu rukun Islam yang wajib, menjadi penanda puncaknya ibadah Ramadhan. Namun, keberadaannya tak sekadar kewajiban, tapi juga jalan untuk meraih banyak keutamaan. Di antara segala rinciannya, ada satu elemen yang tak boleh terlupakan: niat.
Bagaimana kita memanjatkan niat kita membedakan antara rutinitas mekanis dan ibadah yang penuh makna. Kata-kata yang keluar dari hati, atau diucapkan dengan lisan, mengisyaratkan kesungguhan hati untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Begitu pentingnya niat, hingga sah atau tidaknya zakat fitrah bergantung padanya.
Di momen penyerahan zakat fitrah, janganlah kita lupa membacakan niat dengan penuh kesadaran. “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri fardu karena Allah Ta’ala,” demikianlah bunyi niat yang menggema dalam hati setiap individu yang berlomba-lomba mendekatkan diri kepada-Nya.
Namun, zakat fitrah bukan hanya untuk diri sendiri. Untuk mereka yang membayarkan zakat fitrah untuk orang lain, izinkanlah kata-kata niat ini menjadi pelipur lara dan sinar bagi mereka yang berhak menerima. “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk [nama yang dizakati] fardu karena Allah Ta’ala,” dengan setulus hati, kita memberikan bagian dari yang kita miliki untuk memenuhi hak mereka.
Bagi orang tua yang membayarkan zakat fitrah untuk anak perempuan atau istri, katakanlah niat ini sebagai wujud cinta kasih yang tak terhingga. “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk [nama anak perempuan/istri] fardu karena Allah Ta’ala,” ucapkanlah dengan penuh kehangatan, karena cinta yang tulus tak pernah berakhir pada diri sendiri, tapi selalu berbagi dan memberi kepada yang lain.
Sederhana mungkin bunyi niat itu, namun di dalamnya terdapat kekuatan besar yang mampu membangun jembatan antara hamba dan Sang Pencipta. Maka, setiap lafaz yang kita ucapkan, semoga menjadi petikan indah dari simfoni cinta kita kepada-Nya.
Membaca niat zakat fitrah bukanlah sekadar formalitas, melainkan pengingat akan tugas suci yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran dan kesungguhan. Dalam kekhidmatan itu, kita meletakkan fondasi ibadah yang kokoh, yang tiada lain mengantarkan pahala zakat fitrah kepada Sang Pencipta yang Maha Pengasih.
Dengan kesungguhan dalam membaca niat, zakat fitrah yang kita keluarkan bukan sekadar tugas yang terpenuhi, tapi juga cerminan dari cinta dan pengabdian yang tak berkesudahan kepada Sang Pencipta. Semoga, setiap langkah yang kita lakukan di jalan-Nya, senantiasa diwarnai oleh kesungguhan dan keikhlasan hati yang tulus.