KUTIPAN – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal memaafkan koruptor yang mengembalikan uang negara adalah bagian dari rencana amnesti dan abolisi. Langkah ini merupakan strategi pemberantasan korupsi yang berfokus pada pemulihan kerugian negara (asset recovery) sesuai Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) yang sudah diratifikasi Indonesia.
“Sebenarnya, setahun setelah ratifikasi, kita wajib menyesuaikan UU Tipikor dengan konvensi itu. Sayangnya, kewajiban tersebut baru akan dilakukan sekarang,” ungkap Yusril dalam keterangan resminya, Kamis (19/12/2024).
Strategi ini, lanjut Yusril, bertujuan untuk mencegah, memberantas korupsi secara efektif, dan mengembalikan kerugian negara. Presiden juga menyampaikan, baik pelaku korupsi yang masih dalam proses hukum, sudah divonis, maupun yang disangka melakukan tindak korupsi, bisa mendapatkan pengampunan asal mereka mengembalikan uang negara secara penuh.
Menurut Yusril, pernyataan Presiden ini mencerminkan perubahan filosofi dalam penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang mulai berlaku awal 2026. Filosofi tersebut bergeser dari pendekatan penghukuman berbasis efek jera menjadi pendekatan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
“Penegakan hukum korupsi harus membawa manfaat bagi ekonomi bangsa. Jika hanya fokus menghukum pelaku tanpa memulihkan aset, penegakan hukum itu tidak berdampak besar bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat,” jelas Yusril.
Ia juga menambahkan, jika pelaku korupsi mengembalikan aset dan dimaafkan, dana tersebut dapat dimanfaatkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Yusril mencontohkan situasi di sektor usaha. Jika pelaku korupsi tetap menjalankan bisnisnya dengan cara yang benar, maka perusahaan tidak akan tutup, tenaga kerja tetap terserap, dan negara tetap menerima pajak. Dengan demikian, manfaatnya lebih terasa bagi ekonomi nasional.
Presiden Prabowo, menurut Yusril, memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan amnesti dan abolisi, termasuk dalam tindak pidana korupsi, asalkan pertimbangan tersebut sejalan dengan kepentingan bangsa dan negara. Sebelum keputusan itu diambil, Presiden wajib meminta masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).