
KUTIPAN – Di tengah derasnya kritik terhadap pelayanan publik, Pemerintah Kota Tanjungpinang tampaknya ingin memastikan satu hal: bahwa aparatur sipil negara (ASN) di lingkungannya tidak hanya hadir tepat waktu, tapi juga benar-benar bekerja dengan hati. Bukan hanya sekadar absensi pagi dan sorenya nunggu jam pulang.
Hal ini ditegaskan dalam sebuah arahan resmi dari Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kota Tanjungpinang, Zulhidayat. Dalam forum itu, Zulhidayat tidak berbasa-basi: ASN diminta sadar betul bahwa pekerjaan mereka bukan sekadar kewajiban birokratis, tapi panggilan pelayanan.
“Pegawai harus tahu dan paham bahwa tuntutan kinerja dan pelayanan kepada masyarakat dengan baik itu harus menjadi prioritas,” ujarnya tegas.
Kalimat itu mungkin terdengar normatif, tapi penting untuk diulang-ulang, karena fakta di lapangan sering berkata lain. Masih banyak yang lupa bahwa jadi ASN bukan sekadar soal seragam dan jaminan pensiun, tapi amanah publik.
Zulhidayat juga mengingatkan soal keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dalam konteks ASN, ini bisa dibaca: pemerintah sudah lunas urusan hak—gaji cair, TPP jalan, fasilitas ada. Nah, sekarang tinggal ASN-nya yang harus menepati janji kerja.
“Reward and punishment harus berimbang. Kalau mau berbenah, ya benar-benar berbenah, tidak boleh setengah-setengah,” imbuhnya. Lagi-lagi, pernyataan ini sederhana tapi menohok. Karena ya, memang masih banyak yang berbenahnya hanya saat apel pagi atau menjelang evaluasi tahunan.
Poin menarik lainnya adalah soal Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Di mata publik, ini mungkin cuma tambahan angka di slip gaji ASN. Tapi bagi Pemko Tanjungpinang, TPP juga berarti denyut ekonomi kota. Ya, ekonomi Tanjungpinang memang cukup digerakkan oleh belanja pemerintah.
“Ekonomi Tanjungpinang dominan digerakkan oleh APBD, yang salah satu unsurnya adalah belanja pegawai. Maka dari itu, kinerja pegawai harus benar-benar maksimal,” jelas Zulhidayat.
Logikanya sederhana. Jika ASN bekerja lebih baik, pelayanan publik meningkat, masyarakat lebih puas, dan secara domino, kepercayaan pada pemerintah juga ikut naik. Dengan begitu, siklus ekonomi pun ikut bergerak. Tapi semua itu hanya bisa terjadi kalau komitmen tidak berhenti di pidato dan tanda tangan absen.
Dorongan untuk meningkatkan etos kerja dan kedisiplinan ini bukan sekadar harapan kosong. Ia menyangkut wajah birokrasi dan kualitas hidup masyarakat. Jadi, ketika seorang ASN datang ke kantor, buka komputer, atau berdiri di loket pelayanan, semestinya yang ada di benaknya bukan cuma gaji, tapi dampak dari kerjanya terhadap kota ini.
Karena pelayanan publik yang baik bukan hadiah, tapi hak. Dan sebagai gantinya, profesionalisme ASN bukan pilihan, tapi kewajiban.
Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.