
KUTIPAN – Laut Natuna bukan hanya kaya sumber daya, tapi juga menyimpan pesan penting: kekayaan alam harus diimbangi dengan tegaknya ideologi Pancasila, ujar Amran di hadapan mahasiswa.
Kondisi sosial itu sendiri membentuk kehidupan seseorang untuk berpolitik dalam proses pengambilan keputusan, mengarahkan ideologis seseorang pada ideologi tertentu lalu menggunakannya sebagai landasan untuk memahami sesuatu.
Pernyataan ini disampaikan Amran, Pemimpin Redaksi (Pemred) koranperbatasan.com saat menjadi narasumber diskusi dan bedah buku gerakan-gerakan sosial politik dalam tinjauan ideologis pasca reformasi yang didakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Natuna, di Dinas Perpustakaan Daerah dan Kearsipan (Perpusip), Sabtu, 21 Juni 2025 malam.
Kata Amran, konsep sosial merujuk pada aspek masyarakat dan interaksi antara individu. Politik merujuk pada proses pengambilan keputusan dan kekuasaan dalam masyarakat. Sedangkan ideologis komitmen kuat yang merujuk pada ideologi tertentu mempengaruhi cara pandang dan perilaku.
“Jika menggabungkan ketiga konsep ini, kita dapat memahami bahwa sosial politik ideologis merujuk pada interaksi antara masyarakat, kekuasaan, dan ideologi yang mempengaruhi cara pandang, perilaku individu, dan kelompok dalam masyarakat,” terang Amran.
Menurut Amran, dalam konteks ini ideologi dapat mempengaruhi kebijakan politik dan keputusan yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan politik dapat mempengaruhi struktur sosial dan interaksi antara individu dalam masyarakat. Masyarakat dapat mempengaruhi ideologi dan kebijakan politik melalui partisipasi aktif dan kesadaran sosial.
“Memahami konsep sosial-politik-ideologis dapat membantu kita memahami kompleksitas masyarakat dan bagaimana ideologi, kekuasaan, dan interaksi sosial dapat mempengaruhi kehidupan kita,” ungkapnya.
Amran menceritakan, buku yang berjudul Ideologi Gerakan Pasca Reformasi karya As’ad Said Ali yang dibedah sebagai bahan diskusi menceritakan tentang runtuhnya rezim yang bertahan tiga dekade lebih melahirkan liberalisasi politik yang dahsyat membuat para aktor politik kala itu terlena untuk membangun platform bersama sebagai guldance.
“Mereka mabuk kebebasan dalam euforia berlebihan yang mendorong ambisinya untuk segera menciptakan era baru tanpa sempat kontemplasi menyusun konsep yang proporsional pasca keruntuhan,” ujarnya.
Di tengah euforia seperti itu, lanjut Amran, kekuatan-kekuatan ideologi yang nyaris sekarat pun mendapat ruang sosial politik kembali. Sejalan dengan hal itu, kekuatan-kekuatan politik menemukan modus operandi baru dengan target merebut kekuasaan. Bisa melalui partai politik atau gerakan sosial dengan cara demokratis atau nondemokratis.
“Ada juga gerakan ideologi yang sekadar mempengaruhi proses politik dan kebijakan,” ungkap Amran.
Amran menegaskan, ideologi-ideologi gerakan yang dimaksud penulis secara tipologi adalah kiri-radikal, kiri-moderat, kanan-konservatif, kanan liberal, dan islamisme. Secara sederhana tipologi itu bisa dikelompokan menjadi ideologi sekuler dan ideologi yang berbasis ajaran agama.
“Buku ini memotret dan memetakan ideologi-ideologi gerakan politik itu secara jelas,” tegasnya.
Amran menerangkan untuk gerakan sosial politik di Natuna pasca reformasi dapat berupa gerakan protes masyarakat Natuna untuk menentang kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan mereka, seperti isu lingkungan atau eksploitasi sumber daya alam. Bisa juga gerakan regresif berupa penolakan terhadap perubahan sosial yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai tradisional masyarakat Natuna. Bahkan gerakan religius berupa penguatan nilai-nilai agama dalam masyarakat Natuna.
“Tugas kita saat ini mari sama-sama mengawasi kegiatan eksploitasi sumber daya alam di daerah, seperti penambangan atau perikanan, untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut tidak merusak lingkungan,” pungkasnya.
Lebih jauh Amran memastikan gerakan penguatan identitas lokal juga perlu dilakukan oleh mahasiswa untuk melestarikan budaya dan identitas lokal Natuna, seperti bahasa, tradisi, dan kesenian. Gerakan sosial politik ini dilakukan tergantung pada isu dan kepentingan masyarakat Natuna.
“Natuna itu sumber penghasilannya adalah laut. Laut yang ada memiliki tuah, dengan tuah laut itu lah masyarakat Natuna bisa hidup sejahtera. Apa itu tuah laut? Tuah laut adalah isi laut itu sendiri, seperti ikan dan minyak bumi yang menjadi incaran banyak negara,” beber Amran.
Dalam closing statementnya selaku narasumber, Amran menyebutkan pemicu gerakan reformasi pada tahun 1998 dikarenakan adanya penyimpangan nilai-nilai Pancasila dalam praktik pemerintahan orde baru. Penyimpangan tersebut seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Praktik KKN yang merajalela dalam pemerintahan orde baru menyebabkan ketidakpuasan masyarakat.
Selain itu, juga dikarenakan ketidakadilan ekonomi terlihat dari pembangunan yang tidak merata dan kesenjangan ekonomi memicu ketidakpuasan. Termasuk pembungkaman kritik dan oposisi serta pelanggaran HAM lainnya menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah.
“Saya harap kawan-kawan mahasiswa khusunya HMI Natuna tetap berpegang teguh pada ideologi Pancasila. Meskipun pelaksanaan Pancasila di era reformasi masih menghadapi tantangan, seperti KKN dan kurangnya konsistensi dalam menegakkan hukum,” tutup Amran.