
Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra didampingi tiga anggota Dewan Pers lakukan pertemuan dengan Komisi III Fraksi Partai PDI Perjuangan, dalam pertemuan itu, Ketua Dewan Pers menyampaikan usulan berkaitan dengan perlindungan dan kebebasan pers yang tertera dalam RUU KHUP, pertemuan tersebut berlangsung di Komplek Parlemen, Senayang, Jakarta, Senin (08/08/2022).
“Kita berterimakasih sekali hari ini diterima oleh Komisi III Fraksi PDIP. Maksud kedatangan kami menyampaikan usulan-usulan dari Dewan Pers untuk penyempurnaan RUU KUHP,” kata Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra didampingi tiga anggota Dewan Pers.
Sejumlah usulan yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers dikesempatan itu terkait dengan perlindungan dan kebebasan pers yang tertera dalam RUU KHUP. Dewan Pers menilai, lahirnya RUU KHUP tersebut sangat penting demi perubahan undang-undang hukum pidana dari zaman kolonial menjadi autentifikasi undang-undang Indonesia.
Namun, terhadap draft RUU KHUP yang sudah berada di kursi DPR RI itu, Dewan Pers memberi catatan khususnya pada pasal-pasal berkaitan dengan perlindungan terhadap wartawan dan kebebasan pers, sebab ada beberapa pasal di RUU KHUP berpotensi menghambat dan menggangu kebebasan pers.
“Kami tidak menolak pasal-pasal itu, tapi memberikan penyempurnaan supaya lebih jelas, tidak multiinterprestasi, atau interprestasinya bisa macam-macam. Terutama ditingkat bawah, ditingkat penegak hukum, di level bawah. Ini yang kami sampaikan,” kata Prof Azyumardi Azra.

Terkait usulan-usulan itu, Dewan Pers telah menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU KHUP ke DPR RI pada Jumat 5 Agustus 2022. DIM yang diserahkan oleh Dewan Pers itu dibuat pada 28 Juli 2022 serta difinalisasi pada 5 Agustus 2022 sebanyak 16 halaman.
Salah satu pasal dalam draft RUU KHUP yang masuk DIM Dewan Pers yakni Pasal 219 yang menyebutkan :
“Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”.
Untuk pasal tersebut, Dewan Pers memberikan usulan substansi baru, bahwa Pasal 219, (2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk tugas jurnalistik, kepentingan umum atau pembelaan diri.
Substansi baru ini argumentasinya untuk mencegah adanya kriminalisasi dalam tugas jurnalistik.