
KUTIPAN – Di usia ke-24 tahun sebagai kota otonom, Tanjungpinang tampaknya mulai masuk fase “dewasa secara ekonomi”. Bukan cuma soal mempercantik taman kota atau mengecat trotoar dengan warna Instagramable, tapi juga bagaimana memoles iklim investasi agar benar-benar hidup, bukan hanya wacana di atas meja rapat.
Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, menegaskan bahwa pemberdayaan ekonomi dan iklim investasi masih jadi PR besar yang butuh solusi nyata. Dalam sesi refleksi di studio RRI Tanjungpinang, Kamis (16/10), Lis menyebut ada satu batu sandungan klasik yang belum teratasi, lahan.
Menurut Lis, Tanjungpinang punya sekitar 1.900 hektar lahan yang sudah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Masalahnya, sebagian besar lahan itu ibarat “kue enak tapi belum bisa dipotong”.
“Dari 1.900 hektar itu, ada 1.600 hektar yang HGU atau HGB sudah habis tahun ini. Kita tengah mengupayakan ke pihak-pihak terkait, BPN dan Kementerian ATR, agar pengelolaan lahan ini dapat diserahkan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang. Hingga kita bisa menawarkan investasi kepada pihak swasta dan masyarakat lainnya, untuk membangun industri,” ungkap Lis.
Logikanya sederhana, tanpa lahan yang jelas statusnya, jangan berharap investor datang membawa koper penuh modal. Karena, bagi pelaku usaha, kejelasan tanah itu lebih menggoda daripada janji insentif pajak.
Selain urusan lahan, Lis juga menyinggung pendapatan asli daerah (PAD) yang mesti digenjot. Menurutnya, kreativitas menggali potensi ekonomi lokal bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Ia menyebut, Pemko Tanjungpinang sudah menyiapkan program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi, dengan sektor layanan dan usaha yang bisa diperluas.
Kondisi keuangan daerah juga bikin Lis realistis sekaligus satir halus. Katanya, pengurangan dana transfer dari pusat mau tak mau bikin Pemko harus lebih “cerdas mengais peluang”. Di balik gaya bicaranya yang tenang, terselip pesan: jangan hanya bergantung pada APBN.
“Saat ini Pemko tengah mempersiapkan regulasi yang akan dijadikan dasar pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi tersebut,” jelas Lis.
Di sisi lain, Lis juga masih membawa semangat era kepemimpinannya terdahulu, yang identik dengan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) dan area publik yang humanis. Taman Laman Boenda dan Gedung Gonggong yang dulu menjadi ikon, rencananya bakal direvitalisasi. Sementara Lapangan Pamedan A. Yani akan disulap jadi taman lansia dan taman bermain anak.
“Kita juga merencanakan pembangunan RTH atau ruang publik baru. Lokasi yang akan dipersiapkan berada di Jalan Daeng Celak. Meski dengan kemampuan anggaran yang minim, kita tetap optimis. Tentunya hal ini juga perlu mendapat dukungan dari APBD Provinsi dan APBN. Jajaran perangkat daerah, perlu lebih kreatif menggali sumber PAD, dan mencari dukungan anggaran,” papar Lis.
Gaya bicara Lis memang khas, realistis tapi tetap menyalakan api semangat. Seolah mengingatkan bahwa membangun kota itu bukan soal punya uang banyak, tapi soal bagaimana mengelola keterbatasan dengan kepala dingin dan tangan yang cekatan.
Kalau semua rencana berjalan mulus, lahan beres, PAD meningkat, taman-taman hidup kembali, mungkin Tanjungpinang tak hanya cantik di mata wisatawan, tapi juga menarik di radar investor. Karena, seperti kata pepatah, “uang suka ketenangan, tapi juga butuh tempat berpijak yang pasti.”





