Menanggapi soal dugaan penyekapan bocah 7 tahun yang dilakukan oleh pria berinisial TMS di sebuah rumah di Kavling Sei Lekop, No. 77, Kecamatan Sagulung, Kota Batam beberapa waktu lalu, Kapolsek Sagulung, Iptu Donald Tambunan, SH angkat bicara.
Kapolsek Sagulung, Iptu Donald Tambunan, SH menyampaikan, awalnya Kuasa Hukum Natalis N. Zega, S.H. M.H mengatakan bahwa dulunya orang tua Samuel Sauptra tinggal bersama TMS dan anak tersebut dititipkan.
“Dulunya orang tua Samuel Sauptra tinggal dengan TMS terus anak tersebut dititipkan karna orang tuanya kerja. Suatu hari mereka mau mengambil anaknya, namun tidak diberikan oleh TMS dengan alasan dari kecil diasuh oleh TMS,” ujar Iptu Donald saat dikonfirmasi, pada Jum’at (1/12/2023) malam.
Karena Samuel Sauptra tidak diberikan oleh TMS, lanjut Iptu Donald, sehingga dengan Kuasa Hukumnya melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Batam. Dari putusan Pengadilan anak tersebut dikembalikan ke orang tuanya.
Dikarenakan sudah ada putusan pengadilan namun TMS tidak menyerahkan Samuel Sauptra ke orang tuanya sehingga Kuasa Hukumnya meminta bantuan ke Polsek Sagulung untuk mengeksekusi atau mengambil anak tersebut.
“Kemudian, saya utus beberapa Anggota Polsek Sekupang bersama Unit PPA, Babinsa, Bhabinkamtibmas, RT/RW dan masyarakat setempat untuk negosiasi ke TMS. Akhirnya anak tersebut dikembalikan TMS ke orang tuanya,” jelasnya.
“Jadi disini bukan penyekapan, tapi dulunya orang tua Samuel Sauptra menitipkan anaknya ke TMS. Dan mengenai adanya aliran sesat kami belum dalami, ” tegas Iptu Donald.
Selain itu, warga juga merasa keberatan dengan TMS tinggal di sana serta ada 3 wanita di dalam rumah tersebut namun tidak melapor ke RT/RW.
“Saya sarankan kepada warga untuk membuat surat yang ditujukan ke Camat bahwasanya ada warga yang tinggal di dalam rumah itu namun tidak pernah melapor ke RT/RW. Sehingga pihaknya bersama Camat dan Babinsa bisa menegur bersama-sama,” tambahnya.
“Kami hanya menyarankan, ada wanita yang tinggal di rumah tersebut silahkan buat surat keberatan sehingga kami dengan pihak Camat dapat bertindak bersama-sama,” tutup Iptu Donald.
Diberitakan sebelumnya, Samuel Sauptra bocah 7 tahun yang diduga korban penyekapan di sebuah rumah yang beralamat di Kavling Sei Lekop, No. 77, Kecamatan Sagulung, Kota Batam berhasil diselamatkan oleh Kantor Hukum GARI ONO NIHA Law Office, Natalis N. Zega, S.H. M.H bersama Polsek Sagulung, Babinsa dan dibantu warga setempat, pada Rabu (29/11/2023).
Aksi pembebasan terhadap Samuel Sauptra berlangsung cukup dramatis, tim Kuasa Hukum Natalis N. Zega bersama Polsek Sagulung, Babinsa dibantu warga setempat terpaksa mendobrak pintu rumah yang disinyalir sebagai tempat penyekapan bocah tersebut untuk menyelamatkan korban.
“Saat ini korban Samuel Sauptra telah kembali kepada orang tua kandungnya meski dalam kondisi memprihatinkan dan terlihat linglung,” ujar Kuasa Hukum, Natalis N Zega, Jum’at (1/12/2023).
Dijelaskan Natalis, awalnya orang tua korban menemui saya dan meminta pertolongan. Dimana, anak kandungnya diduga disekap selama bertahun-tahun oleh pria berinisial TMS.
“Kami menduga, pria ini sebagai penganut aliran sesat. Bahkan, TMS juga mengaku sebagai utusan Tuhan,” ujar Natalis.
Lebih lanjut Natalis mengatakan, awal pertemuan antara orang tua korban dengan TMS terjadi beberapa tahun silam saat korban berusia 3 bulan mengalami sakit yang dideritanya.
“Saat itu TMS mengklaim bahwa dirinya bisa menyembuhkan korban. Namun, dengan syarat anak itu harus diserahkan kepada TMS, karena ia mengaku bahwa dirinya mendapat bisikan Tuhan,” beber Natalis.
Karena orang tua korban yang tak ingin penyakit anaknya semakin bertambah parah, lanjut Natalis, secara terpaksa akhirnya ia menyepakati perjanjian tersebut dan menyerahkan anaknya dengan harapan mendapatkan pendidikan yang layak serta kebebasan selayaknya anak-anak pada umumnya.
Seiring berjalannya waktu, orang tua korban tidak boleh bertemu dengan anak kandungnya. Pria berinisial TMS ini juga mengancam orang tua korban bahwa bila ia tetap bersikeras menemui sang anak maka anak tersebut dijamin mati.
“Doktrin TMS yang diberikan kepada orang tua korban ternyata bekerja. Kedua orang tua bocah itu akhirnya mengurungkan niat untuk menemui anaknya. Bahkan, sewaktu ayah kandung korban meninggal dunia pun TMS tetap bersikeras tidak memperbolehkan anak tersebut untuk bertemu terakhir kalinya dengan orang tua biologisnya itu. Ia tetap mengurung korban di dalam rumah dengan pengamanan ketat dan tidak diketahui sama sekali oleh warga sekitar,” ujarnya.
Kuasa Hukum Natalis N Zega menuturkan, alasan TMS tidak memberikan izin korban untuk menemui sang ayah yang telah meninggal dunia adalah karena TMS menganggap najis jika anak tersebut melihat orang tua kandung.
“Bahkan, TMS juga mengaku menerima bisikan dari Tuhan bahwa jika anak tersebut bersikeras untuk keluar menemui orang tua kandungnya maka konsekuensinya yakni keluarga korban beserta keluarganya harus mati. Ini sungguh hal yang sangat tidak masuk akal,” tuturnya.
Selanjutnya, setelah beberapa tahun hingga korban menginjak usia 7 tahun, orang tuanya tetap bersikeras berusaha supaya anak ini kembali kepada mereka, namun upaya itu gagal. Bahkan orang tua korban juga sudah sempat berkoordinasi dengan aparat serta pemerintahan setempat tetapi juga tidak membuahkan hasil.
“Mediasi antara orang tua korban dengan TMS juga sudah dilakukan, namun tetap saja tak membuahkan hasil. Mereka tetap tidak bisa bertemu dengan anak kandungnya,” terangnya
Natalis membeberkan, selama 7 tahun lamanya, korban dikurung di rumah TMS dengan pengamanan yang sangat ketat. Bahkan, rumah tersebut dilapisi tembok tebal tanpa celah lubang sedikitpun.
“Selama 7 tahun, korban dikurung di dalam rumah TMS. Ia sama sekali tidak di berikan pendidikan dan tak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan dunia luar seperti anak-anak pada umumnya,” kata Natalis.
Menurut Natalis, rumah yang dihuni korban bersama TMS sangat sulit dijangkau. Rumah itu juga didesain khusus dengan dinding tembok yang sangat tebal tanpa ada ventilasi.
“Desain rumah TMS sengaja dibuat seperti itu untuk menghindari lolosnya korban. Hanya satu pintu keluar masuk dan itupun berlapis-lapis sehingga sulit kita menembusnya. Ada tiga pintu yang harus kita lalui sehingga kita baru bisa masuk ke dalam rumah,” bebernya.
Kemudian, setelah menerima kuasa dari orang tua kandung korban, Kuasa Hukum Natalis N Zega beserta tim berkoordinasi dengan Polsek Sagulung, Babinsa dibantu masyarakat setempat berinisiatif mencoba menerobos masuk rumah TMS untuk menyematkan korban.
“Proses penyelamatan korban berlangsung cukup dramatis, dibantu Polsek Sagulung, Babinsa beserta masyarakat setempat akhirnya kami bisa mendobrak pintu rumah yang dihuni TMS dengan korban,” terangnya.
Lanjut Natalis menyampaikan, sebelum mendobrak paksa pintu rumah itu, tim Kuasa Hukum Natalis N Zega bersama Polsek Sagulung, Babinsa dan masyarakat setempat sempat melakukan mediasi dengan TMS namun ia berusaha melakukan penyerangan dan perlawanan.
“Saat mediasi, TMS justru melakukan perlawanan. Bahkan ia melontarkan kata-kata yang cukup kasar. Sementara saya datang ke rumah itu sebagai pengacara dari orang tua korban untuk menyelesaikan perkara ini secara kekeluargaan supaya korban mendapatkan pendidikan yang layak,” ujar Natalis.
Karena proses mediasi tidak menemukan titik keluar, akhirnya tim Kuasa Hukum bersama Polsek Sagulung, Babinas dibantu masyarakat setempat meringsek masuk ke dalam rumah.
“Untuk meyakinkan kepada aparat dan masyarakat, pada tanggal 22 Februari 2021 TMS juga sempat membuat sebuah surat peralihan hak asuh anak antara orang tua korban dan TMS tanpa disaksikan oleh pemerintah setempat. Orang tua korban mengaku, dipaksa untuk menandatangani surat tersebut. Karena tak ingin terjadi hal buruk terhadap anak kandungnya, terpaksa orang tua korban menandatangani surat yang telah dibuat TMS,” ucapnya.
Natalis menjelaskan, surat peralihan hak asuh anak ini sempat digugat oleh keluarga korban di Pengadilan Negeri Batam beberapa waktu lalu. Setelah berproses, PN Batam menggugurkan surat hak asuh anak ini.
“Pada saat proses persidangan, PN Batam juga berupaya semaksimal mungkin untuk menghadirkan TMS karena diduga perbuatannya tidak sesuai dengan perikemanusiaan. Setelah proses proses persidang, akhirnya PN Batam menggugurkan surat hak asuh anak yang dibuat oleh TMS,” jelasnya.
Pada saat pembebasan Samuel Saputra di dalam rumah itu warga setempat juga dibuat kaget, karena warga mengaku tidak mengetahui secara pasti aktivitas di dalam rumah tersebut. Dan hingga saat ini, warga juga khawatir anak mereka suatu saat nanti menjadi korban yang sama.
“Atas peristiwa ini, kami menduga kuat ada sponsor dibalik penyekapan anak tersebut. Mereka mendapatkan suplai makan yang tidak diketahui asalnya sementara penghuni rumah itu tidak pernah sama sekali berinteraksi dengan warga sekitar bahkan tidak memiliki pekerjaan,” bebernya.
Saat dilokasi, disaksikan oleh Polsek Sagulung, Babinsa, RT/RW serta masyarakat setempat di dalam rumah tersebut terdapat beberapa karung beras serta bahan makanan lengkap lainnya sementara mereka tidak bekerja.
“Lantas, siapa yang menyuplai bahan makanan kepada mereka. Karena penuturan warga setempat, pintu rumah itu tidak pernah terbuka dan warga pun tidak mengetahui siapa penghuni rumah tersebut,” ungkap Natalis.
Saat ini, kata Natalis, masih ada 3 orang perempuan yang berada di dalam rumah TMS. Ketiganya, diperkirakan berusia 17 tahun ke atas dan diduga kuat mengalami nasib serupa.
“Kalau kita lihat dengan seksama dari raut wajah ketiga perempuan itu nampak linglung. Kita berharap pihak Kepolisian menelusuri aktivitas di dalam rumah tersebut. Karena kami menduga ini adalah upaya eksploitasi dan bentuk merebut kemerdekaan seseorang karena mereka benar-benar dikurung tanpa diberikan kebebasan,” terangnya.
Kuasa Hukum Natalis N Zega berharap, pemerintah setempat segera melakukan tindakan untuk membaskan orang-orang yang berada di dalam rumah tersebut dan segera dilakukan penyelidikan. Sebab, diduga mereka telah di doktrin oleh aliran-aliran yang menyimpang.
“Jangan dibiarkan, kita khawatir ini akan menjadi beban bagi masyarakat Sei Lekop. Untuk selanjutnya, pihak keluarga akan membawa korban ini ke dokter psikolog untuk memulihkan kembali mental dari anak tersebut,” pungkasnya.
(Yun)