KUTIPAN – Persidangan kasus sengketa lahan antara pihak penggugat PT Sumber Kencana Sejati (SKS), PT Batam Usaha Marikultur (BUM) dengan pihak tergugat PT Pulau Setokok Jaya (PSJ) dan PT Pantai Amerta Raya (PAR) saat ini sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang, Kamis (25/4/2024).
Dalam sidang agenda pemeriksaan saksi-saksi, pihak penggugat PT SKS, PT BUM dan masyarakat setempat menghadirkan 4 orang saksi untuk memberikan kesaksian terkait perkara sengketa lahan di wilayah Setokok Kecamatan Bulang.
Dihadapan Ketua Majelis Hakim PTUN Tanjungpinang H. Al’An Basyier S.H., M.H, para saksi pihak penggugat didampingi Kuasa Hukum Radius memaparkan kesaksiannya bagaimana kronologi lahan yang dimiliki PT SKS, PT BUM dan masyarakat setempat itu bisa dialokasikan secara sepihak oleh BP Batam ke PT Pulau Setokok Jaya (PSJ) dan PT Pantai Amerta Raya (PAR).
Rahmat Nur Cahyono, salah satu saksi dari pihak penggugat mengaku, lahan seluas 8 hektar milik perseorangan ini sudah dikuasai sejak tahun 2002 dan dilengkapi dengan legalitas lengkap seperti surat jual beli dari pemilik lahan sebelumnya, surat keterangan kepemilikan dan riwayat kepemilikan yang dilengkapi dengan kop surat, tanda tangan serta cap RT/RW dan perangkat setempat.
“Pada dasarnya kami masyarakat biasa tidak memahami bagaimana prosedur memliki lahan. Kita taunya ada surat, kita beli dan sejak tahun 2002 kita sudah menempati lebih dulu lahan ini,” ujar Rahmat.
Selama tahun 2002 lahan tersebut sudah ada kegiatan-kegiatan seperti pertanian, perkebunan bahkan pemilik perseorangan lahan itu juga sudah membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB).
“Karena kita merasa sudah membayar PBB berarti kita ada hak atas lahan tersebut. Tetapi, tiba-tiba kita menerima surat peringatan dari tim terpadu BP Batam untuk mengosongkan seisi lahan tersebut. Karena lahan ini sudah dimiliki oleh PT. PSJ dan PT PAR,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Rahmat, atas dasar pengalokasian sepihak yang dilakukan BP Batam, pemilik perseorangan lahan ini mengajukan gugatan ke PTUN Tanjungpinang.
“Kita merasa tidak adil. Seharusya sebelum mengalokasikan lahan, kita mengharapkan BP Batam melakukan sosialisasi ke pemilik lahan tetapi ini tidak ada. Sementara, kami masih sanggup untuk memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi atas kepemilikan lahan tersebut,” jelas Rahmat.
Sementara itu, Kuasa Hukum Radius menyampaikan, agenda sidang hari ini mendengarkan keterangan saksi-saksi dimana total keseluruhan jumlah luas lahan yang dimiliki oleh kliennya ini merupakan lahan produktif hasil pertanian, perkebunan serta lainnya.
“PT. SKS, PT. BUM serta pemilik perseorangan lainnya telah menguasai lahan ini sejak lama. Mereka memiliki lahan dengan jumlah luas berbeda-beda,” ujar Radius.
Dikatakan Radius, sebelumnya pemilik lahan PT SKS di tahun 2022 sudah mengajukan alokasi kepada BP Batam, namun pengajuan itu justru di tolak.
Kemudian, lanjut Radius, PT SKS mengajukan yang kedua kalinya dan diterima. Saat itu pihak BP Batam meminta pemaparan, akan tetapi ketika tim menyiapkan site plan tiba-tiba dipertengahan jalan lahan tersebut dialokasikan oleh BP Batam ke pihak lain dalam hal ini PT. PSJ dan PT. PAR.
“Kita minta kepada Kepala BP Batam Muhammad Rudi mohon diperhatikan klien kami, karna klien kami sudah lama menguasai lahan tersebut dan tanpa dialokasikan ke pihak lain, mereka sanggup untuk bayar WTO lahan tersebut,” tegas Radius.
Seharusnya, lanjut Radius, BP Batam tidak serta merta mengalokasikan lahan tersebut begitu saja. Karena masih ada pemilik lahan yang sebenarnya dan mereka mampu untuk memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi.
“Sebelum mengalokasikan lahan tersebut, BP Batam tidak pernah melakukan sosialisasi ke lapangan. Tiba-tiba surat peringatan dari tim terpadu itu datang dengan jarak waktu yang sangat berdekatan,” ungkapnya.
Radius menambahkan, untuk total keseluruhan lahan 65 hektar. Dan dari hasil sidang pemeriksaan saksi-saksi ini membuat permasalahan ini sangat terang, karena mereka membeli dari masyarakat setempat.
Untuk agenda selanjutnya, masih pemeriksaan bukti dan saksi. Kemudian, dijadwalkan minggu depan Hakim PTUN Tanjungpinang melakukan sidang pemeriksaan setempat.
“Untuk agenda sidang selanjutnya tentu kita akan menambahkan saksi-saksi baru yang rencananya kita hadirkan sebanyak 8 orang dan sejumlah bukti-bukti tambahan lainnya,” terangnya.
Menurut Radius, terkait kasus alokasi lahan secara sepihak ini, terbilang cukup janggal. Proses penerbitan HPL oleh pihak penerima alokasi sangat cepat.
“HPL turun pada tanggal 2 November 2022 tetapi sudah di Peta Lokasi pada tanggal 11 November 2022. Apakah secepat itu prosesnya, dengan memakan waktu 9 hari lahan tersebut sudah di alokasikan kepada PT Pulau Setokok Jaya dan PT Pantai Amerta Raya. Tentu hal ini harus menjadi perhatian Kepala BP Batam,” pungkasnya.(Yun)