
KUTIPAN – Bagi daerah yang hidup di antara silang budaya dan sejarah panjang seperti Tanjungpinang, membiarkan sektor pariwisata jalan di tempat jelas bukan pilihan. Apalagi kalau sudah ada peluang emas semacam kebijakan bebas visa kunjungan. Maka wajar, saat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Strategi Pemasaran Pariwisata terhadap Kebijakan Bebas Visa Kunjungan”, yang hadir bukan cuma pejabat, tapi juga pelaku industri yang paham betul: ini saatnya gerak cepat.
Selasa, 7 Mei 2025, di Hotel Bintan Plaza, forum ini digelar bukan sekadar ajang kumpul-kumpul—tapi pertemuan otak dan niat untuk merumuskan jurus promosi pariwisata Tanjungpinang agar tak cuma jadi pelengkap kalender kunjungan. Soalnya, semua sepakat, daerah ini bukan sekadar punya pantai dan sunset, tapi sejarah yang panjang dan kaya. Kalau dikelola serius, bisa jadi alasan utama orang melancong, bukan cuma sambil lewat.
Zulhidayat, Sekretaris Daerah Kota Tanjungpinang, menyebut sektor pariwisata sedang diuji. Tapi bukan berarti harus pesimis. “Meski kondisi ekonomi sedang melambat, sektor pariwisata tetap memiliki potensi besar. Investasi yang relatif kecil, namun dampaknya bisa luar biasa. Ini peluang yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” tegasnya.
Menurutnya, yang dimiliki Tanjungpinang bukan ecek-ecek. Ada wisata sejarah dan heritage yang—kalau boleh jujur—nggak banyak daerah lain punya. “Kita memiliki banyak cerita sejarah yang menarik dan autentik. Ini adalah warisan yang bisa kita angkat dan jadikan kekuatan bagi pariwisata Tanjungpinang,” imbuhnya.
Makanya, ke depan Pemko menyiapkan dua langkah penting: memperkuat digital marketing dan melakukan rebranding pariwisata. Bukan cuma posting foto-foto estetik di media sosial, tapi juga menggandeng kreator konten untuk mengangkat nilai akulturasi budaya Melayu dan Tionghoa yang memang hidup rukun di sini. Contohnya? Kisah pernikahan Kapitan Tik Sing yang pernah dipentaskan dan jadi bukti bahwa Tanjungpinang punya cerita cinta yang bisa bersaing dengan Romeo-Juliet, tapi lebih lokal dan sarat budaya.
“Sejarah membuktikan bahwa Tanjungpinang memiliki kekuatan itu. Ini adalah potensi dan peluang yang harus kita garap, termasuk dalam hal rebranding dan marketing digital,” kata Zulhidayat dengan penuh semangat.
Di level provinsi, Guntur Sakti selaku Kepala Dinas Pariwisata Kepri juga menegaskan pentingnya memanfaatkan skema bebas visa yang kini sudah berlaku untuk pemegang Permanent Resident (PR) dan kunjungan 7 hari. Gubernur Ansar bahkan sedang melobi agar kebijakan ini diperluas lagi.
“Ini peluang besar bagi industri pariwisata. Kita harus gencar mempromosikan, menyusun paket wisata menarik, dan meningkatkan kualitas pelayanan,” ujar Guntur.
Ia juga menyinggung soal Perpres No. 1/2024 yang menetapkan Tanjungpinang sebagai destinasi wisata Culture and Heritage. Ini semacam konfirmasi dari pusat bahwa positioning Tanjungpinang sebagai kota warisan budaya memang bukan gimmick.
“Ini adalah peluang emas untuk Tanjungpinang melakukan rebranding dengan positioning sebagai destinasi wisata budaya dan heritage yang memadukan dua budaya besar,” tambahnya.
Diskusi hari itu juga dihadiri para pelaku industri: dari hotel, pengelola destinasi, imigrasi, sampai maskapai dan asosiasi pariwisata. Semuanya sepakat: kalau mau maju, semua harus gotong royong.
Muhammad Nazri, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjungpinang, pun menutup FGD dengan ajakan yang cukup menyentil, “Mari kita benahi bersama. Dengan sinergi dan kolaborasi, kita bisa memajukan pariwisata Tanjungpinang.”
Tanjungpinang memang sedang tak main-main. Sejarah tak boleh tinggal di buku. Kalau bisa jadi alasan orang berwisata, kenapa tidak? Yang penting, niatnya jangan setengah-tengah. Biar nggak cuma viral sesaat, tapi berkelanjutan.
Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.