
KUTIPAN – Langit Tanjungpinang pagi itu tampak teduh, seolah ikut menunduk dalam khidmat upacara Peringatan Hari Santri Nasional 2025. Di halaman Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kepri, Jalan Ir. Sutami, deretan santri berjubah putih berbaris rapi.
Di hadapan mereka, Wakil Gubernur Kepulauan Riau Nyanyang Haris Pratamura berdiri sebagai inspektur upacara, membacakan amanat dari Menteri Agama Republik Indonesia.
Upacara yang diselenggarakan PWNU Kepri itu bukan sekadar seremoni. Ada semangat yang terasa: semangat santri yang tak hanya mengaji tapi juga siap menaklukkan dunia digital.
Sejumlah pejabat daerah turut hadir, mulai dari Ketua DPRD Tanjungpinang Agus Djuriyanto, Kepala Kanwil BPN Kepri Nurus Sholichin, hingga tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama seperti KH Muhammad Supeno dan KH Usman Ahmad.
Dari podium, Nyanyang menyuarakan pesan yang cukup menggugah. Ia mengajak para santri di Kepri menjadi penggerak peradaban dunia.
“Hari Santri 2025 adalah momentum istimewa karena menandai satu dekade penetapan Hari Santri oleh pemerintah. Dalam kurun waktu sepuluh tahun ini, pesantren telah membuktikan kontribusinya yang besar dalam pendidikan, dakwah, dan pembangunan bangsa,” ujar Nyanyang.
Nada suaranya tenang tapi tegas. Bukan hanya nostalgia, tapi juga dorongan agar pesantren tak terjebak di masa lalu. Dunia sudah berubah, katanya, dan santri harus ikut berubah, tanpa kehilangan akhlaknya.
Namun suasana haru sempat menyelimuti ketika Nyanyang menyampaikan belasungkawa atas wafatnya puluhan santri dalam musibah di Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita semua berduka, bangsa ini berduka. Semoga para korban mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT,” ucapnya.
Ia memastikan bahwa negara hadir memberikan perhatian dan bantuan kepada keluarga korban.
“Ini bukti bahwa negara tidak menutup mata terhadap pesantren dan para santri,” tambahnya.
Dalam amanat Menteri Agama yang dibacakannya, pemerintah menegaskan komitmen serius terhadap kemajuan pesantren melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Perpres Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, lengkap dengan Dana Abadi Pesantren yang bisa dibilang “tabungan masa depan” bagi lembaga pendidikan Islam.
Tak berhenti di situ, sejumlah daerah juga telah membuat Perda Pesantren. Artinya, dukungan untuk dunia pesantren bukan cuma dari pusat, tapi juga dari daerah. Pemerintah pun melibatkan pesantren dalam berbagai program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG).
“Kami menyampaikan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, atas kebijakan dan program yang memberi manfaat besar bagi bangsa, termasuk bagi pesantren dan para santri,” ujar Nyanyang.
Tema Hari Santri kali ini, “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia,” terasa relevan. Di tengah hiruk-pikuk zaman serba digital, santri tak lagi hanya bicara tentang kitab kuning, tapi juga coding, riset, dan literasi digital.
“Santri masa kini tidak hanya harus menguasai kitab kuning, tetapi juga teknologi, sains, dan bahasa dunia. Dunia digital adalah ladang dakwah baru bagi santri,” tegasnya.
Ada benang merah yang bisa ditarik dari seluruh amanat pagi itu: bahwa menjadi santri berarti belajar untuk hidup, bukan sekadar hafalan.
“Barang siapa menanam ilmu, maka ia menanam masa depan,” tutupnya.
Usai upacara, lantunan sholawat dan ikrar santri menggema. Langit Tanjungpinang kembali cerah. Hari itu, para santri bukan sekadar mengenang perjuangan ulama, tapi juga menandai langkah baru—dari pesantren menuju peradaban dunia yang berkeadaban dan damai.





