KUTIPAN – Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya senyawa kimia berbahaya, Bisfenol A (BPA), yang sering ditemukan dalam plastik kemasan pangan. Dalam sebuah konferensi pers yang diselenggarakan pada Kamis (12/9/2024), PKBI bersama sejumlah organisasi lainnya menyatakan dukungan penuh terhadap pemerintah yang baru saja mengesahkan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon isi ulang berbahan polikarbonat.
“Meskipun BPA telah lama digunakan dalam pembuatan plastik kemasan pangan dan dianggap aman dalam batas tertentu, banyak penelitian ilmiah menunjukkan adanya risiko kesehatan yang signifikan dari paparan BPA, terutama pada sistem reproduksi, perkembangan anak, dan keseimbangan hormon,” ungkap dr. Oka Negara, perwakilan PKBI, dalam keterangan tertulis.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Tim Riset Universitas Airlangga, dr. Oka menjelaskan bahwa paparan BPA memiliki dampak nyata pada hewan coba. “Penelitian menunjukkan bahwa BPA memengaruhi struktur dan fungsi otak, termasuk hipokampus dan hipotalamus yang berperan penting dalam pengendalian keseimbangan energi dan proses kognitif,” tambahnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Evi Mutia dari Universitas Sumatera Utara juga menambah kekhawatiran mengenai dampak BPA terhadap kesehatan reproduksi. “Paparan BPA dapat mengganggu libido, menyebabkan infertilitas, dan meningkatkan risiko kanker prostat,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa beberapa studi internasional mengaitkan BPA dengan penurunan kualitas sperma dan risiko infertilitas, serta dampak negatif pada perkembangan hormon pada janin.
Dalam jangka panjang, dr. Oka memperingatkan bahwa paparan BPA bisa menyebabkan gangguan kognitif, merusak tumbuh kembang anak, dan meningkatkan risiko sel kanker. “BPA itu risikonya akumulatif; efeknya tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi jika terpapar terus-menerus,” tegasnya.
Lebih jauh, dr. Oka mengungkapkan bahwa risiko BPA tidak hanya mengancam kesehatan individu, tetapi juga memberikan risiko kumulatif yang serius. Pada April 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengesahkan peraturan pelabelan risiko BPA khusus pada galon isi ulang bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat.
Peraturan ini, yang mulai berlaku pada April 2028, mengharuskan produsen mencantumkan label peringatan yang berbunyi, “Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan.”
Menanggapi regulasi ini, dr. Oka memberikan apresiasi. “Regulasi ini adalah langkah penting untuk memberikan informasi kepada konsumen agar dapat membuat pilihan yang lebih aman dan terhindar dari zat beracun,” katanya.
Senada dengan pernyataan dr. Oka, dr. Dien Kuntarti, pendiri MedicarePro Asia, menyatakan, “Ini adalah momen yang tepat bagi organisasi sipil untuk bersama-sama pemerintah melakukan edukasi dan advokasi terkait dampak toksisitas BPA.”
Direktur Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Yeni Restiani, juga menegaskan bahwa kebijakan pelabelan BPA saat ini khusus berlaku untuk galon isi ulang bermerek dengan kemasan plastik polikarbonat. “Tujuan dari pelabelan ini adalah untuk melindungi kesehatan masyarakat, mendidik masyarakat, dan memastikan transparansi,” pungkasnya.