
KUTIPAN – Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan vonis lepas (ontslag) yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO). Putusan tersebut diambil setelah permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dikabulkan.
“Amar putusan: JPU (jaksa penuntut umum) kabul,” demikian tertulis dalam amar putusan kasasi Nomor 8431, 8432, dan 8433 K/PID.SUS/2025, sebagaimana dikutip dari laman resmi MA, Kamis (25/9).
Putusan kasasi diketok pada Senin (15/9) oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan dua anggota, Agustinus Purnomo Hadi dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Perkara ini diterima sejak Rabu (30/4).
“Status: perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis,” tulis laman MA.
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat memutus lepas tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi ekspor CPO, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Putusan itu dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Djuyamto dengan anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.
Namun, setelah dilakukan penyelidikan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan adanya indikasi suap terkait putusan tersebut. Kejagung kemudian menetapkan para hakim itu sebagai tersangka, bersama mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Dalam sidang perdana di PN Jakarta Pusat, Kamis (21/8), ketiga hakim didakwa menerima suap senilai Rp21,9 miliar. Uang itu diduga untuk memuluskan vonis lepas terhadap tiga terdakwa korporasi sawit.
Selain itu, jaksa menyebut Arif dan Wahyu juga menerima bagian sehingga total dugaan suap mencapai Rp40 miliar. Keduanya telah lebih dahulu menjalani persidangan di PN Jakarta Pusat pada Rabu (20/8).
Menurut dakwaan jaksa, aliran dana suap diberikan dalam dua tahap. Pertama, Djuyamto menerima Rp1,7 miliar, sementara Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar. Pada tahap kedua, Djuyamto menerima Rp7,8 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.
Uang tersebut disebut berasal dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat yang mewakili kepentingan korporasi sawit, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik karena melibatkan praktik suap di tubuh peradilan serta korporasi besar dalam industri minyak sawit.