KUTIPAN – PT Pacific Granitama yang merupakan perusahaan pertambangan batu granit di Pulau Karimun, Kepulauan Riau dinilai tidak profesional dalam melakukan kerjasama proyeknya kepada warga tempatan.
PT yang berlokasi di Desa Pangke, Kecamatan Meral Barat ini tidak menerapkan Kualifikasi atau syarat dan kriteria saat memberikan pekerjaan (proyek) kepada pihak kedua.
Hal ini diungkapkan Dian Bangun Sari, salah seorang masyarakat Desa Pangke yang juga merupakan Direktur dari PT Poetri Intan Mandiri (PIM).
Dian menjelaskan, beberapa waktu lalu, PT Pacific Granitama yang ingin melakukan pekerjaan Quarry Waste (proyek penambangan bahan galian industri yang dilakukan di lahan terbuka), meminta Kepala Desa Pangke, Junaidi mengajak masyarakat tempatan bertemu.
Dalam pertemuan itu, Junaidi mengumumkan tentang adanya pekerjaan Quarry Waste yang diminta PT Pacific Granitama. Lalu sebanyak 6 perusahaan (PT) lokal pun memasukkan surat minat dan penawarannya.
“Kalau saya tidak salah ingat ada 4 PT dan 2 CV yang masukkan penawaran untuk melakukan pekerjaan itu. Tapi sampai sekarang pihak PT Pacific belum menentukan siapa pemenangnya. Jadi saat ini pekerjaan Quarry Waste masih dikerjakan oleh perusahaan Pak Pendi yang sebenarnya kontrak sudah habis untuk di priode 2024 akhir tahun,” kata Dian.
Meski belum diumumkan, ucap Dian, namun informasi yang beredar di masyarakat bahwa pemenang proyek itu adalah Badan Usaha yang berbentuk Commanditaire Vennootschap (CV), dan CV tersebut diduga tidak memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Atas hal itu, Dian pada Kamis 30 Januari 2025 menemui pihak PT Pacific Granitama, Marno untuk meminta klarifikasi atau penjelasan mengenai kualifikasi untuk bekerjasama dengan PT mereka.
“Marmo Widodo menjabat di perusahaan selaku staf keuangan dengan sombong mengatakan bahwa PT Pacific tidak ada aturan. Mereka bebas menerima PT maupun CV bahkan Perorangan yang tidak memiliki IUJP sekalipun untuk melakukan pekerjaan,” ucap Dian.
“Sayang sekali perusahaan sebesar Pacific tidak menerapkan aturan. Mereka tidak profesional dan mengabaikan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tentang Penentuan Kualifikasi Perusahaan Jasa Pertambangan,” tambahnya.
Dalam Kepmen tersebut jelas bahwa kegiatan inti maupun non-inti dapat dilakukan oleh perusahaan jasa pertambangan yang telah memiliki izin yang diterbitkan oleh insatansi terkait, artinya pemegang IUJP.
“Kalau nanti benar pemenangnya adalah CV yang tidak memiliki IUJP, saya akan protes. Karena PT yang saya pimpin jelas lengkap secara keseluruhan, kenapa yang menang bisa mereka. Apakah ada Nepotisme dalam pemberian pekerjaan ini,” ungkap Dian.
Dian juga merasa kecewa dengan perbedaan informasi yang diberikan pihak PT Pacific, dimana sebelumnya HRD (Human Resource Development) PT Pacific, Morry memberitahukan bahwa terdapat syarat jika ingin bekerjasama dengan pihaknya.
Dalam pesan di WhatsApp, Morry mengatakan, jika ingin bekerjasama dengan PT Pacific, syaratnya wajib PT dan harus memiliki IUJP, bahkan didalamnya meski ada Penanggung Jawab Operasional (PJO), minimal tersertifikasi Pengawas Operasional Pertama (POP).
“Antara Marmo dan Morry ini omongannya berbeda jauh. Marmo bilang tidak ada syarat untuk kerjasama dengan PT Pacific, sementara Morry menegaskan syarat-syaratnya dan wajib dipenuhi. Mana yang benar di antara mereka ini?,” ucap Dian.
Atas simpang siurnya hal tersebut, Dian meminta pihak PT Pacific mengundang 6 perusahaan yang sebelumnya mengajukan minat/penawaran, demi menjelaskan kembali aturan main proyek pengelolaan angkutan Quarry Waste.
“PT Pacifik harus tegas dengan aturan mereka, kalau ada perusahaan persyaratannya lengkap dan berkompeten, kenapa harus yang tidak lengkap yang dipilih, ada permainan apa ini?,” katanya.
“Saya janji, kalau yang terpilih nantinya ternyata CV dan tidak lengkap izinnya, saya akan demo, dan tuntut PT Pacific atas sikap tidak profesionalnya,” pungkas Dian mengakhiri.
(Ami)