KUTIPAN – Presiden Joko Widodo meresmikan Modeling Kawasan Tambak Budidaya Nila Salin (BINS) di Karawang, Jawa Barat, pada Rabu (8/5/2024). BINS diharapkan menjadi terobosan baru dalam budidaya ikan nila di darat.
Modeling Kawasan Tambak Budidaya Nila Salin ini dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) di lahan seluas 80 hektare, yang berlokasi di area Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya (BLUPPB) Karawang.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan bahwa total produksi yang dihasilkan mencapai 7.020 ton per tahun atau senilai Rp196,5 miliar dengan asumsi harga jual nila salin sebesar Rp28 ribu per kilogram.
“Target kedepannya, produksi akan ditingkatkan menjadi 10.000 ton per tahun. Hasil produksi ini akan mendukung industriasi ikan nila di Indonesia dan diolah lebih lanjut menjadi produk olahan ikan fillet untuk tujuan ekspor,” ujar Menteri Trenggono.
Ia menambahkan bahwa ikan nila memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar domestik maupun global. Data dari Future Market Insight (2024) memproyeksikan nilai pasar ikan nila dunia pada 2024 sebesar USD14,46 miliar. Nilai tersebut diproyeksikan meningkat menjadi USD23,02 miliar pada 2034.
Dari sisi teknis produksi, Menteri Trenggono menjelaskan bahwa budidaya nila salin di BINS menggunakan teknologi modern seperti mesin pakan otomatis, sistem kincir, dan alat pengukur kualitas air berbasis Internet of Things (IOT) dan tenaga surya. Tambak juga dilengkapi dengan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang ramah lingkungan. Investasi yang digelontorkan oleh KKP untuk membangun BINS mencapai Rp46,6 miliar.
BINS diakui sebagai terobosan dalam budidaya ikan nila di darat. Sebagian besar praktik budidaya ikan nila di Indonesia dilakukan di keramba jaring apung (KJA), yang tidak ramah lingkungan dan merusak ekosistem di danau serta menyebabkan pencemaran lingkungan.
Hadirnya BINS diharapkan juga dapat menjadi solusi bagi tambak udang yang tidak beroperasi optimal. KKP berencana untuk merevitalisasi 78 ribu hektar tambak udang idle di Pantura Jawa untuk pengembangan budidaya nila salin. Budidaya nila salin dinilai jauh lebih produktif dengan hasil produksi 87,75 ton per hektare per tahun, dibandingkan dengan tambak udang tradisional yang hanya 0,6 ton per hektare per tahun.
“Ikan nila salin memiliki keunggulan yang signifikan, seperti ketahanan terhadap kondisi lingkungan di Pantai Utara Jawa, teknologi yang mudah diterapkan, serta pasar yang selalu tersedia baik di dalam negeri maupun luar negeri,” tambah Menteri Trenggono.