
KUTIPAN – Kalau biasanya yang dicari warga itu adalah diskon sembako atau minyak goreng murah, ternyata ada juga yang ngincer BBM subsidi, tapi bukan buat nelayan atau masyarakat kecil. Tapi buat industri. Nah loh.
Belakangan ini, Polrestabes Surabaya membongkar praktik nakal penyalahgunaan BBM subsidi yang disalurkan dari sejumlah SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) di Kabupaten Bangkalan, Madura. Total sudah ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Bukan kaleng-kaleng, karena tiga di antaranya berasal dari sebuah perusahaan energi.
Yup, nama perusahaannya PT Cahaya Pratama Energy (CPE). Para tersangka ini nggak main-main posisinya. Ada RAD yang menjabat sebagai Komisaris, BS selaku Direktur, dan SMJ sebagai karyawan. Satu tersangka lainnya adalah TA, si pengelola tempat penimbunan BBM subsidi di Bangkalan. Ibaratnya, ini sindikat yang kerja rapi—sampai akhirnya salah satu truk tangkinya apes ketemu razia.
Kronologi terbongkarnya kasus ini cukup klasik, tapi efektif. Truk tangki milik PT CPE dengan kapasitas lima ribu liter dihentikan polisi saat melintas di kawasan Kenjeran, Surabaya. Setelah dicek lebih lanjut, isi tangki ternyata adalah BBM subsidi.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Edy Herwiyanto, bilang kalau truk tersebut berisi BBM yang dibeli dari tempat penimbunan di Desa Bulukagung, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan, Madura. Dari situlah awal benang kusut ini mulai diurai.
“Per liter BBM bersubsidi yang diperoleh dari sejumlah SPBN di Bangkalan dijual seharga Rp8.700 yang disalahgunakan untuk kepentingan industri,” kata AKBP Edy dengan nada tegas.
BBM yang seharusnya dipakai nelayan buat melaut malah dijual ke industri. Ini bukan cuma soal pelanggaran hukum, tapi juga soal moralitas: nyolong subsidi rakyat kecil demi untung besar.
Setelah penelusuran lebih lanjut, polisi menemukan lokasi penimbunan di Desa Bulukagung. Di sanalah penggerebekan besar-besaran dilakukan. Hasilnya? Polisi mengamankan dua kendaraan. Salah satunya adalah mobil pickup putih dengan plat M 9815 GB. Yang bikin geleng-geleng, di mobil itu ada 50 jerigen ukuran 33 liter yang ditutup terpal rapi. Kalau dihitung-hitung, itu hampir 1.650 liter BBM.
Modusnya ternyata sederhana tapi cukup terselubung. Mereka mengambil BBM dari SPBN di Bangkalan, bawa ke tempat penimbunan, lalu disalurkan pakai truk ke luar wilayah, kemungkinan besar ke sejumlah industri yang butuh bahan bakar murah. Istilahnya: beli murah dari subsidi, jual mahal ke industri. Rasa subsidi, harga nonsubsidi.
Sampai artikel ini ditulis, polisi masih terus mendalami jaringan ini. Apakah hanya empat orang yang terlibat? Apakah ada oknum SPBN atau pihak lain yang bermain? Ini PR besar buat aparat.
Yang jelas, kasus ini menyentil banyak hal. Bukan cuma soal penegakan hukum, tapi juga tentang bagaimana sistem distribusi BBM subsidi bisa bocor sampai ke tangan yang tak semestinya.
Sementara itu, para pelaku harus siap-siap menghadapi jerat hukum. Dan semoga, ke depan, pengawasan distribusi BBM subsidi makin ketat, agar benar-benar sampai ke nelayan, petani, dan masyarakat kecil—bukan nyasar ke pabrik-pabrik yang ogah beli solar nonsubsidi.***
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.
Untuk informasi beragam lainnya ikuti kami di medsos:
https://www.facebook.com/linggapikiranrakyat/
https://www.facebook.com/kutipan.dotco/