KUTIPAN – Penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda NTT telah menetapkan PFKS, yang akrab disapa Kung, sebagai tersangka dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur sesama jenis.
Kung, yang sebelumnya berprofesi sebagai guru seni di sebuah sekolah swasta di Kota Kupang, kini menghadapi ancaman hukuman berat atas perbuatannya.
Kung didakwa melanggar Pasal 82 ayat (2) jo Pasal 76E Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 6 huruf C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ancaman hukuman untuk kasus ini mencapai maksimal 15 tahun penjara, dengan tambahan sepertiga dari ancaman hukuman karena status Kung sebagai pendidik saat kejadian berlangsung.
Dalam pemeriksaan, Kung mengakui seluruh perbuatannya. Ia bahkan mengungkapkan bahwa dirinya menggunakan cairan poppers, yang dibeli secara ilegal melalui platform online di Yogyakarta, untuk melakukan pelecehan terhadap korban.
“Saya beli di Yogyakarta secara online dan tanpa resep,” ujar Kung saat memberikan keterangan di Polda NTT, Senin (6/1/2025). Ia juga mengakui telah merekam aksi pelecehannya pada Agustus 2024 lalu. Korban-korban tersebut diketahui adalah siswa SMP dan SMA, serta murid di sanggar tari yang dikelolanya.
Kung menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada keluarganya, keluarga korban, serta masyarakat atas perbuatannya.
“Saya minta maaf kepada seluruh pihak yang terganggu dengan perbuatan saya, baik keluarga, korban, dan masyarakat,” ujarnya dengan nada menyesal.
Kung berjanji akan berupaya mengubah hidupnya setelah menjalani proses hukum ini.
Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, menegaskan bahwa kasus ini akan diproses secara profesional sesuai hukum yang berlaku.
“Ancaman hukuman 15 tahun penjara ditambah sepertiga dari ancaman hukuman ini karena Kung sebagai tersangka merupakan seorang guru saat kejadian ini,” jelasnya.
Selain itu, Polda NTT membuka help desk untuk memberikan ruang bagi korban lain yang mungkin mengalami perlakuan serupa dari tersangka untuk melapor.
Kasus ini menjadi perhatian serius, terutama karena pelaku adalah seorang pendidik yang seharusnya memberikan teladan bagi anak-anak. Proses hukum yang tegas diharapkan bisa menjadi pelajaran sekaligus pencegahan agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.