
KUTIPAN – Di tengah derasnya arus modernisasi dan pesta pernikahan serba digital, ada satu tradisi TNI Angkatan Laut yang tetap kokoh berdiri, Hasta Pora. Sebuah upacara kehormatan yang bukan sekadar formalitas, tapi simbol kehormatan dan kebanggaan bagi prajurit yang menapaki babak baru dalam hidupnya.
Itulah yang tampak saat Sertu Marinir Chandika Saftiawan resmi mempersunting Merdha Diozan Fortuna S.A.N di Kelurahan Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, pada Minggu (13/10/2025).
Upacara berlangsung meriah, disaksikan jajaran Forkopimda Lampung Tengah, anggota DPRD, dan masyarakat sekitar yang tampak sumringah menyaksikan momen langka nan sakral tersebut.
Tradisi Hasta Pora ini punya daya tarik tersendiri. Bayangkan, dua barisan marinir berformasi gagah saling berhadapan, membentuk lorong kehormatan, dikenal sebagai Gapura Hasta Pora. Di sanalah kedua mempelai berjalan di bawah lengkung pedang kehormatan, diiringi salam militer yang khidmat.
Bukan sekadar seremoni penuh gaya. Gapura ini menjadi lambang simbolik bahwa pasangan tersebut siap menapaki gerbang kehidupan rumah tangga, dengan segala hormat dan tanggung jawab sebagaimana seorang prajurit menjaga kehormatan korpsnya.
Yang menarik, Komandan Puslatpurmar 9 Dabo Singkep, Letkol Marinir Ricky Sandro, M.Tr.Opsla, didapuk sebagai Inspektur Upacara (Irup). Letkol Marinir Ricky Sandro hadir bersama sang istri, Ny. Dinda Ricky Sandro, dalam suasana penuh keakraban dan kebanggaan.
Dari Provinsi Kepulauan Riau, sejumlah personel Puslatpurmar 9 Dabo Singkep juga hadir, Pasiops Kapten Marinir Karsita, Pasintel Lettu Marinir Dwi Rofik, dan beberapa anggota lainnya.
Mereka datang jauh-jauh ke Lampung bukan sekadar menghadiri pesta, tapi menunjukkan solidaritas dan kekompakan khas prajurit marinir yang dikenal erat persaudaraannya.
Dalam sambutannya, Letkol Marinir Ricky Sandro berpesan hangat. “Selamat berbahagia kepada mempelai karena telah melewati masa lajangnya. Semoga menjadi pasangan yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.” katanya.
Ia juga menekankan makna dari pernikahan itu sendiri, bahwa hidup berumah tangga tak jauh beda dengan mengarungi samudra, perlu arah, perlu kompas, dan tentu saja perlu kerja sama agar kapal tidak karam di tengah badai.
Acara pun berlangsung dengan khidmat, aman, dan lancar, meninggalkan kesan mendalam bagi semua tamu yang hadir.
Tradisi Hasta Pora bukan hanya milik TNI semata. Di mata masyarakat, upacara ini justru menyalakan kembali semangat nasionalisme. Banyak anak muda yang terpukau oleh kekompakan para marinir, bahkan ada yang berseloroh ingin “ikut barisan gagah itu suatu hari nanti”.
Satu upacara pernikahan, ternyata bisa jadi pengingat betapa kehormatan dan kebersamaan masih punya tempat di tengah dunia yang serba cepat ini.





