
KUTIPAN – Di Kepulauan Riau, jargon lama “Batam itu spesial” kini pelan-pelan mulai dibagi. Pemerintah Provinsi Kepri sedang ngebut mendorong perluasan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas alias Free Trade Zone (FTZ), bukan hanya di Batam, tapi juga ke Bintan dan Karimun.
Gubernur Ansar Ahmad punya alasan yang cukup masuk akal. Katanya, langkah ini bukan sekadar soal status kawasan, tapi lebih pada kepastian buat investor sekaligus membuka ruang ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat.
“Kita mengusulkan agar Bintan dan Karimun bisa menjadi FTZ menyeluruh, sementara Natuna, Anambas, dan Lingga didorong dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),” ujar Ansar di Batam dikutip dari ANRARA, Jumat (3/10/2025).
Bahkan Lingga, yang biasanya jarang masuk headline ekonomi, kini sudah punya KEK yang resmi berjalan. Ansar menegaskan, keberadaan KEK itu terus dipacu, apalagi ditopang oleh industri jasa keuangan yang dianggap vital dalam menopang ekosistem investasi.
Kalau ditarik mundur, ternyata usulan FTZ Bintan dan Karimun bukan wacana baru. Sudah empat tahun lalu berkasnya masuk ke meja Kementerian Koordinator Perekonomian. Bedanya, baru belakangan ini proposal itu dianggap pantas dipelototi serius.
“Kemarin sudah di-follow up, Pak Menko menyampaikan akan dilakukan kajian melalui lembaga independen. Kajian ini akan menilai efektivitas percepatan ekonomi dan investasi, termasuk menghitung potensi kehilangan pendapatan daerah, peluang lapangan kerja, inflasi, serta dampak jangka panjang bagi masyarakat,” jelasnya.
Skemanya pun dipastikan berbeda dengan Batam. Kalau di Batam tanah dikelola oleh BP Batam, maka di Bintan dan Karimun masih banyak lahan milik pribadi. Logikanya, investor yang masuk bisa langsung deal dengan pemilik tanah, dan pemerintah daerah tinggal jadi fasilitator.
“Kalau investor ingin masuk, mereka bisa melakukan pembebasan lahan langsung, dan pemerintah daerah akan memfasilitasi. Untuk kendaraan, bisa dibuat sistem resiprokal dengan pengawasan ketat, sehingga kendaraan dari Batam bisa digunakan di Bintan dan Karimun, begitu juga sebaliknya,” tambah Ansar.
Ansar optimistis, proyek ini bukan sekadar peta konsep ekonomi, tapi bagian dari misi besar menjadikan Kepri sebagai lokomotif ekonomi nasional. Data pun ia sodorkan: ekonomi Kepri triwulan II 2025 tumbuh 7,14 persen, tertinggi di Sumatera dan peringkat tiga nasional.
“PDRB Kepri per kapita saat ini hampir menyentuh 11.000 dolar AS per tahun per orang. Kita semua harus menjaga momentum pertumbuhan, dan memastikan aktivitas ekonomi benar-benar menjadi mesin penggerak masyarakat Kepri,” pungkasnya.
Sederhananya, FTZ bukan cuma jargon. Kalau serius dijalankan, bisa jadi mesin turbo buat ekonomi Kepri, tapi ya tentu dengan catatan: jangan sampai masyarakat cuma jadi penonton ketika pesta investasi berlangsung.