
Ada yang menarik dari Desa Kelumu di tengah pekik langit dan tenang laut Kabupaten Lingga pada Rabu, 9 Juli 2025. Bukan karena lomba dangdut antar-RT, bukan pula karena bakwan gratis di pasar pagi, tapi karena kunjungan dua perempuan penting yang datang bukan untuk seremonial belaka, tapi membawa misi: memerangi stunting.
Dua nama itu, yang mungkin lebih sering kita kenal sebagai istri dari pemegang jabatan penting di kabupaten, kini berdiri di garis depan—bukan sebagai embel-embel jabatan suami, tapi sebagai penggerak perubahan. Maratusholiha Nizar, Ketua Tim Pembina Posyandu Kabupaten Lingga dan istri dari Bupati Lingga, bersama Feby Sarianty Novrizal, Ketua Dekranasda Kabupaten Lingga sekaligus istri Wakil Bupati, menjejakkan kaki di Posyandu Nipah dan Posyandu Manggis, bukan sekadar foto-foto untuk konten medsos, tapi membawa pesan yang sangat penting: stunting bukan takdir, tapi bisa dilawan.
Posyandu: Dari Bubur Merah ke Gizi Seimbang
Kita semua tahu, Posyandu bukan barang baru. Ia sudah eksis sejak era jaman Orde Baru masih gagah dengan jargon keluarga berencana. Tapi kenyataannya, dari zaman kita antri bubur kacang ijo gratis sampai sekarang pakai aplikasi untuk daftar imunisasi, peran Posyandu tidak pernah redup. Ia seperti lilin di tengah krisis: kecil, tapi menyala.
Maratusholiha tahu betul bahwa Posyandu bukan sekadar tempat nimbang anak dan bagi-bagi biskuit. Ia adalah garda terdepan kesehatan anak di desa. Maka dalam kunjungannya, ia menekankan pentingnya gizi seimbang, kebersihan lingkungan, dan imunisasi. Hal-hal mendasar yang seringkali dianggap biasa, padahal dampaknya luar biasa.
“Posyandu tidak bisa berjalan sendiri. Sinergi dengan pemerintah desa, Puskesmas, TP-PKK, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menciptakan generasi yang sehat,” katanya. Dan kita semua tahu, omongan ini bukan retorika pemanis telinga. Karena setelahnya, beliau langsung membagikan bantuan makanan bergizi bagi anak-anak yang sudah teridentifikasi stunting.
Dekranasda dan Pemberdayaan: Gizi dan Ekonomi Tak Bisa Dipisahkan
Hadir pula Feby Sarianty, yang biasanya kita kenal sebagai pejuang kriya dan pelestari batik Lingga. Tapi kali ini, ia hadir sebagai representasi penting dari hubungan antara pemberdayaan ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Kenapa Dekranasda perlu terlibat dalam urusan stunting? Karena kita tidak bisa berbicara soal gizi tanpa menyentuh soal kantong. Ibu-ibu di desa tidak hanya butuh tahu pentingnya protein hewani, tapi juga butuh akses dan daya beli. Perempuan butuh ruang untuk produktif. Butuh skill, pasar, dan dukungan kebijakan.
Itulah kenapa, kehadiran dua figur ini di Posyandu bukan hanya simbolik. Tapi menyuarakan kolaborasi lintas sektor: kesehatan, pemberdayaan perempuan, desa, dan masyarakat. Di tengah perdebatan politik yang kadang membosankan, mereka hadir sebagai representasi konkret bahwa perempuan punya peran strategis dalam pembangunan.
Bukan Cuma Gimmick: Harapan dan Gerakan Nyata
Yang paling penting dari semua ini adalah bahwa langkah ini bukan hanya basa-basi. Ini bukan kunjungan dadakan yang berhenti di galeri foto. Ini adalah langkah kecil tapi bermakna. Karena ketika satu anak terselamatkan dari stunting, itu bukan cuma soal tinggi badan, tapi tentang kualitas hidup, pendidikan, masa depan, bahkan ekonomi daerah secara keseluruhan.
Di tengah segala tantangan dan keterbatasan di wilayah kepulauan seperti Lingga, inisiatif ini seperti oksigen: penting dan menyegarkan. Dan kita patut mengapresiasi perempuan-perempuan yang tak sekadar menjadi “istri pejabat”, tapi menjadi penggerak perubahan.
Saatnya Menghapus Label Istri Pejabat
Sudah saatnya kita berhenti menyebut mereka hanya sebagai “istri Bupati” atau “istri Wakil Bupati”. Mereka bukan embel-embel jabatan. Mereka adalah pelaku pembangunan. Mereka adalah penggerak perubahan. Mereka adalah wajah kemanusiaan dalam sistem yang kadang terlalu kaku dan birokratis.
Jika semua Posyandu di Indonesia punya pemimpin yang benar-benar turun ke lapangan seperti ini, mungkin angka stunting tak perlu lagi kita bahas di forum-forum seminar mewah. Karena di balik setiap angka statistik, ada anak-anak yang semestinya tumbuh sehat, cerdas, dan bahagia.
Penulis: Naila Hanafiah – suka menulis di sela menanam sirih, dan percaya perempuan bisa jadi pilar bangsa Artikel ini merupakan opini dan feature reportase yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.co tanpa mengurangi substansi informasi.