
KUTIPAN – Suasana di Plaza Hotel Km 3.5 pada Rabu (5/11/2025) itu terasa seperti membuka album sejarah lama yang selama ini tergeletak di lemari ruang tengah. Bukan album keluarga, tapi album panjang peradaban Melayu yang pernah menjadikan Tanjungpinang sebagai saksi sekaligus pemain utamanya. Di sanalah Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Raja Ariza, membuka kegiatan Pendaftaran Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) dan Sidang Rekomendasi Penetapan Cagar Budaya Kota Tanjungpinang.
Raja Ariza mengingatkan bahwa Tanjungpinang bukan kota yang lahir kemarin sore. Ia tumbuh dari jejak-jejak kerajaan Bentan, Johor-Riau-Pahang-Lingga, bab kolonial Belanda, hingga masa pendudukan Jepang, lalu berjalan ke era kemerdekaan Indonesia. Sebuah timeline yang panjang sekaligus padat makna.
“Maka dari sejarah tersebut, Kota Tanjungpinang memiliki banyak peninggalan budaya masa lalu yang sangat berharga. Salah satu bentuk peninggalan itu adalah benda cagar budaya yang memiliki nilai penting bagi perjalanan sejarah daerah,” jelas Raja Ariza.
Di balik pernyataan itu, ada pesan halus yang mungkin tidak disebutkan, tapi terasa: kalau sejarah ini tidak dirawat, yang tersisa besok cuma nama jalan dan cerita lisan yang makin lama makin kabur—apalagi kalau sudah kalah oleh drama sinetron setiap malam.
Raja Ariza menambahkan bahwa cagar budaya bukan hanya pajangan foto lawas yang dipajang demi nostalgia. Ada fungsi hidup yang bisa digarap, terutama sebagai destinasi wisata religi dan sejarah yang memperkuat identitas kota. Sejak tahun 2017 hingga 2024, tercatat sudah 101 benda cagar budaya ditetapkan, termasuk Pulau Penyengat yang sudah bertaraf nasional.
“Hingga saat ini, terdapat 101 benda cagar budaya yang telah didaftarkan dan ditetapkan, termasuk Pulau Penyengat yang berstatus nasional. Ini menunjukkan keseriusan kita dalam menjaga aset sejarah daerah. Dengan demikian, warisan budaya kita berfungsi ganda, yaitu sebagai bukti otentik sejarah sekaligus sebagai destinasi wisata religi yang memperkuat jati diri Tanjungpinang sebagai Kota Bersejarah,” ucap Raja Ariza.
Dari sisi teknis pelestarian, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri, menambahkan bahwa kegiatan ini juga menyasar inventarisasi dan proses rekomendasi agar ODCB bisa naik kelas menjadi cagar budaya yang sah secara hukum dan sejarah.
“Tahun ini ditargetkan ada empat Objek Diduga Cagar Budaya untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Tanjungpinang. Dan berharap kegiatan ini dapat memperkuat komitmen semua pihak dalam menjaga warisan sejarah dan budaya yang menjadi identitas Tanjungpinang, dan memastikan bahwa proses penetapan ODCB ini memicu seluruh elemen masyarakat untuk lebih aktif menjaga dan melestarikan khazanah ini untuk generasi mendatang,” pungkasnya.
Upaya ini pada dasarnya adalah strategi supaya peninggalan masa lalu tidak hanya menjadi artefak diam, tetapi tetap punya ruang hidup dalam ingatan kolektif masyarakat kota—bukan sekadar bahan soal ujian anak sekolah.





