
KUTIPAN – Mungkin selama ini banyak yang nggak sadar, betapa sebuah pamflet kecil yang dipaku di pohon atau digantung sembarangan di tiang listrik bisa jadi biang kerok kesemrawutan kota. Tapi Satpol PP Kota Tanjungpinang sadar betul. Karena itu, enam pamflet yang dipasang ngawur di kawasan Jalan Ir. Sutami, Ir. Juanda, dan DI. Panjaitan akhirnya ditertibkan.
Bukan cuma soal ketidaksopanan menempel di tempat yang bukan semestinya, pamflet-pamflet ini dianggap merusak wajah kota. Bayangkan, pohon yang mestinya rindang dan indah, malah dipenuhi selebaran promosi. Tiang listrik dan rambu lalu lintas, yang tugas utamanya menjaga keselamatan pengguna jalan, malah jadi papan reklame dadakan. Nah, ini kan kacau.
Kepala Kantor Satpol PP Kota Tanjungpinang, Abdul Kadir Ibrahim, lewat Kepala Bidang Trantib Irwan Yakub, menegaskan bahwa penertiban ini bukan sekadar iseng. “Ini juga bagian dari penegakan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perda Nomor 5 Tahun 2015 mengenai Ketertiban Umum,” ujar Irwan, Rabu (14/5/2025).
Kalau ditarik lebih jauh, ini soal prinsip dasar: semua orang bebas beriklan atau menyebar informasi, asal tahu tempat dan aturannya. Lha, masa iya, demi nawarin jasa cuci AC atau bimbel, pohon di jalan protokol harus jadi korban? Sudah merusak estetika kota, mengganggu pengguna jalan pula.
Irwan juga tidak mau sekadar main cabut pamflet. Ia mengimbau masyarakat supaya lebih tertib dalam menyampaikan promosi. Patuhi aturan yang ada, supaya keindahan dan keteraturan kota tetap terjaga. Dalam bahasa resminya, Irwan bilang, “Saatnya kita berbenah bersama, membangun Tanjungpinang sebagai ibu kota Provinsi Kepulauan Riau yang lebih berbudaya, indah, dan aman.”
Bukan tugas berat sebenarnya. Hanya perlu sedikit empati. Sedikit rasa memiliki terhadap kota ini. Karena pada akhirnya, yang menikmati Tanjungpinang yang lebih bersih dan rapi ya, warga Tanjungpinang juga.
Kalau semua bebas menempel pamflet seenaknya, apa bedanya jalanan kota dengan mading kampus yang penuh coretan? Tentu bukan itu wajah kota yang diinginkan. Suka atau tidak suka, estetika kota itu soal kebiasaan kolektif, bukan cuma tugas Satpol PP semata.
Penertiban ini mungkin baru soal enam lembar pamflet. Tapi kalau dibiarkan, siapa yang jamin enam tidak jadi enam puluh, enam ratus? Mengingat kebiasaan sebagian orang yang seringkali berprinsip: “Ah, cuma sekali ini doang kok.” Nah, kalau semua mikir begitu, ya bubar sudah.
Jadi, sebelum berpikir untuk menggantung iklan atau selebaran di tempat umum sembarangan, ada baiknya bertanya: ini merusak nggak, sih? Ini melanggar nggak, sih? Karena kota yang rapi, bersih, dan cantik itu tidak lahir dari gebrakan besar. Ia tumbuh dari kebiasaan kecil sehari-hari.
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.
Untuk informasi beragam lainnya, ikuti kami di medsos:
https://www.facebook.com/linggapikiranrakyat/
atau https://www.facebook.com/kutipan.dotco/