Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Natuna sepi dari peminat. Berdasarkan data yang disampaikan Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di Natuna kepada Ombudsman RI Perwakilan Kepri, jumlah siswa SMK hanya 9 persen sedangkan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) 91 persen.
“Data menunjukkan di Natuna terdapat 14 SMA dengan jumlah siswa sebanyak 3.200. Sedangkan SMK ada 6 dengan jumlah siswa 328 orang. Kalau di rata-ratakan setiap sekolah SMA minimal terdapat siswa sebanyak 229 orang sedangkan setiap SMK hanya diikuti oleh 54 siswa,” kata Dr Lagat Siadari, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Kamis (8/12/2022).
Saat melakukan edukasi pelayanan publik pun, tepatnya di SMK 1 Bunguran Timur Natuna pada hari yang sama, Ombudsman RI Perwakilan Kepri menemukan fakta, jumlah siswa di SMK tersebut hanya 120-an siswa. Padahal ada 4 jurusan menarik yaitu jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil Perikanan (APHPi), Agribisnis Perikanan (AP), Teknik Kapal Penangkap Ikan (TKPI) dan Nautika Kapal Penangkap Ikan (NKPI).
“Minimnya siswa di SMK 1 Bunguran Timur Natuna, berdampak pada kecilnya dana BOS yang diperoleh sehingga mempengaruhi kemampuan finansial untuk operasional dan perawatan sekolah. Sejumlah bangunan terkesan sudah terlantar, fasilitas sekolah juga minim, lingkungan sekolah juga kurang rapi/asri layaknya sekolah yang ditata dengan baik,” kata Lagat.
Menurut Lagat, pihak Dinas Pendiidkan Cabang Natuna menyebutkan alasan kurangnya minat orang tua menyekolahkan anaknya di SMK ialah karena beban biaya. Meskipun orientasi lulusan SMK diarahkan agar siap bekerja, namun SMK tetap kurang diminati karena biayanya yang lebih mahal dibandingkan dengan SMA.
Baca Juga : Ombudsman Kepri: Kuota PPPK Guru di Natuna Harus Ditambah
“Kami dapatkan informasi, jika SPP di SMA hanya Rp50.000, sedangkan di SMK Rp100.000. Belum lagi biaya bila ada praktek kerja dan ujian kompetensi. Adanya keterbatasan fasilitas di Natuna, terkadang mengharuskan siswa melakukannya di luar daerah di antaranya Batam, Jakarta atau Kalimantan Barat. Orang tua kembali terbebani untuk menyiapkan pembiayaan transportasi, akomodasi dan konsumsi,” ungkap Lagat.
Menyikapi fenomena tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Kepri berharap agar Pemerintah Provinsi Kepri melalui Dinas Pendidikannya menyusun terobosan untuk melakukan revitalisasi terhadap SMK di Kabupaten Natuna.
“Lakukan edukasi pada masyarakat bahwa sekolah di SMK dapat mendorong siswa lulusannya bekerja langsung. Selain itu, pemerintah pun harus menghidupkan industri pada beberapa sektor seperti perikanan dan pengolahan ikan. Jalin kerjasama dengan korporasi yang ada di luar Natuna, misalnya Batam, Jawa dan Kalimantan yang sesuai dengan kompetensi kelimuan yang mereka miliki,” katanya.
Langkah lain, ditambahkan Lagat, ialah meningkatkan kualitas lulusan SMK yang ada dengan meningkatkan sarana prasarana pendukung di sekolah, guru yang kompeten dan perlakuan-perlakuan khusus lainnya sehingga sekolah SMK menjadi menarik bagi masyarakat di Natuna.
“Bilamana telah dilakukan revitalisasi, nantinya masyarakat Natuna yang mayoritas mengandalkan pendapatan dari bernelayan tentunya dapat mengarahkan anak-anaknya lebih memilih SMK, sehingga setelah lulus bisa langsung bekerja di Natuna maupun di luar,” ujar Lagat.
(Fik)