Perempuan Sederhana dengan Kegigihan Mewah — inilah sebutan yang layak disematkan kepada Maratusoliha. Dalam realitas kepemimpinan, bupati memang digaji untuk melayani masyarakat, sementara istri bupati sering dianggap sebagai pendamping yang menjalankan tugas sosial. Namun, sosok Maratusoliha menunjukkan bahwa peran seorang istri bupati dapat melampaui batasan tersebut.
Maratusoliha tidak sekadar melengkapi tugas suaminya; ia secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengabdiannya yang tulus telah menjadikannya teladan bagi banyak orang, khususnya bagi perempuan di Kabupaten Lingga. Apakah salah jika kita semua menaruh harapan dan bangga pada sosok perempuan ini?, saya rasa semua personal punya sudut pandang masing-masing.
Sebagai istri bupati, Maratusoliha bukan hanya memimpin program-program PKK dan Dekranasda, tetapi juga terlibat dalam organisasi sosial yang berfokus pada kesejahteraan ibu dan anak. Dalam sejarah Kabupaten Lingga, baru kali ini ada istri bupati yang begitu gigih dalam pengabdian.
Jika diamati, hampir setiap hari, ia berjuang di lapangan, terjun langsung ke masyarakat, mengabaikan panasnya matahari dan gelombang lautan. Tak ada ruang untuk bermalas-malasan dalam prinsip perempuan satu ini. Jika dilihat-lihat seperti istri-istri pejabat lain, mungkin lebih memilih kenyamanan, Maratusoliha justru mendedikasikan hidupnya untuk berkontribusi.
Perhatian dan kepeduliannya terhadap pendidikan anak-anak serta pemberdayaan kaula muda menjadi prioritas utama. Ia berkomitmen untuk membangun generasi emas yang berkualitas. Berkat kehadirannya, ibu-ibu PKK di desa hingga kecamatan mulai aktif berpartisipasi dalam program inovasi daerah, seperti LAMPAM (Lambung Pangan Masyarakat). Posyandu yang sempat ‘mati suri’ kini kembali bergeliat, menjamin kesehatan ibu dan anak dengan lebih baik. Bahkan, di bawah pengawasannya, produksi kerajinan daerah dan UMKM semakin meningkat.
Maratusoliha adalah sosok yang tidak hanya mengabdi, tetapi juga terbuka untuk berkomunikasi dengan siapa saja. Ia menunjukkan bahwa pengabdian tidak mengenal batasan, dan dedikasinya menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, termasuk sang bupati. Sinergi antara keduanya dalam membangun daerah menciptakan harmoni yang menyentuh hati masyarakat.
Jika dilihat dari kondisi pemerintah Kabupaten Lingga saat ini Bupati memimpin tanpa wakilnya yang telah lama mengundurkan diri, peran kepemimpinan Maratusoliha mampu membantu mengisi kekosongan posisi wakil bupati yang telah lama ditinggalkan. Meskipun tidak memiliki kuasa untuk menentukan kebijakan daerah, ia menunjukkan bahwa pengabdian bisa membawa dampak positif.
Dedikasi perempuan yang menyandang titel, Ns. Maratusoliha, S.Kep bukan hanya sebuah motivasi bagi bupati, tetapi juga merupakan kekuatan untuk memajukan Bunda Tanah Melayu. Kesederhanaan dan pengabdian yang mewah inilah yang membuat keduanya dicintai oleh masyarakat.
Dengan optimisme, tidak berlebihan rasanya bahwa bukti dari pengabdian kedua sosok ini akan membawa perubahan besar bagi Bunda Tanah Melayu di masa depan. Maratusoliha adalah contoh nyata bahwa dedikasi tidak mengenal posisi, dan semangat untuk melayani dapat mengubah banyak kehidupan.