
KUTIPAN – Kalau bicara soal Batam, kebanyakan orang langsung teringat soal zona bebas pajak, pabrik-pabrik ekspor, dan letaknya yang strategis banget di perbatasan. Tapi, ada satu hal klasik yang sering kali bikin Batam agak tersendat sebagai mesin ekonomi nasional: urusan tanah alias lahan.
Nah, Kamis 8 Mei 2025 kemarin, ada satu pertemuan yang cukup bikin telinga para pengamat investasi dan pembangunan daerah kudu merapat. Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra, kedatangan tamu penting: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.
Pertemuannya berlangsung di Gedung VVIP Bandara Internasional Hang Nadim—tempat yang nggak cuma nyaman, tapi juga sering jadi saksi bisu pembicaraan-pembicaraan strategis lintas instansi.
Li Claudia nggak basa-basi. Dia langsung menyampaikan harapannya bahwa kunjungan Pak Menteri ini bukan sekadar seremoni belaka, tapi bisa menguatkan sinergi antara BP Batam dan Kementerian ATR/BPN. Tujuannya jelas: menyelesaikan isu-isu pertanahan yang selama ini jadi ganjalan besar dalam roda investasi Batam.
“Dengan kehadiran Pak Nusron, kami harapkan kolaborasi yang baik antara BP Batam dan Kementerian ATR/BPN bisa terjaga. Apalagi dalam menyelesaikan persoalan lahan di Batam yang nantinya dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan investasi,” ujar Li Claudia.
Ini bukan sekadar kata-kata manis untuk menyambut menteri. Realitanya, Batam sedang butuh kepastian dan arah yang jelas soal pengelolaan lahannya. Banyak program strategis, dari kawasan industri sampai pengembangan pariwisata, bisa mentok hanya karena status tanah yang abu-abu. Kalau sudah begitu, investor pun ogah melirik.
Makanya, kunjungan Pak Nusron ini bisa dibaca sebagai lampu hijau—tanda bahwa pusat dan daerah mulai satu frekuensi soal pembenahan tata ruang dan kebijakan pertanahan.
“Pengelolaan lahan di Batam harus menjadi lebih optimal dan berpihak kepada masyarakat,” tegas Li Claudia.
Kalimat ini penting. Karena bicara lahan nggak melulu soal investasi asing atau pengusaha besar. Warga Batam juga punya harapan agar tanah tempat mereka tinggal, bekerja, dan beranak-pinak bisa diatur dengan lebih adil dan berpihak.
Optimalisasi pemanfaatan lahan, kata Li Claudia, bukan cuma jargon, tapi sudah jadi prioritas bagi BP Batam dan Pemerintah Kota Batam. Nggak cuma demi iklim investasi, tapi juga agar pengelolaan ruang di Batam benar-benar dirancang secara berkelanjutan dan manusiawi.
Karena, apa artinya pembangunan kalau hanya untuk segelintir pihak?
Kunjungan ini bisa jadi titik awal. Tinggal ditunggu, seberapa konkret hasil kolaborasi antara BP Batam dan ATR/BPN ini ke depannya. Karena rakyat, terutama yang sudah lama tinggal dan menggantungkan hidup di Batam, lebih butuh kepastian di atas kertas, bukan janji-janji yang bertebaran seperti selebaran diskon.
Laporan: Yuyun Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.