KUTIPAN – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil tindakan tegas dengan menyegel empat lokasi pemanfaatan ruang laut yang terindikasi tidak memiliki perizinan yang sah. Lokasi yang disegel terdiri dari dua area reklamasi di Morowali, Sulawesi Tengah, serta dua resort di Pulau Maratua, Kalimantan Timur.
Dalam konferensi pers yang berlangsung di Media Center Gedung Mina Bahari, Jakarta, pada Senin (23/9/2024), Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono, atau akrab disapa Ipunk, menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan dan kedaulatan wilayah perairan Indonesia.
“Pulau Maratua, yang merupakan salah satu gugusan pulau-pulau terluar di Tanah Air, memerlukan perhatian khusus dari pemerintah. KKP hadir untuk mengamankan pulau-pulau terluar demi menjaga kedaulatan dan mencegah pengakuan dari pihak asing, seperti yang terjadi pada Pulau Sipadan dan Ligitan,” jelasnya.
Dua resort yang terlibat, yaitu PT NMR dan PT MID, diduga tidak memenuhi tiga dokumen perizinan yang diperlukan. Dokumen tersebut adalah persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin untuk kegiatan wisata tirta tanpa perizinan berusaha, serta perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil. Salah satu resort di Pulau Bakungan bahkan membangun jembatan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya, yang dikelola oleh perusahaan asing asal Jerman dan dikelola oleh WNA asal Swiss. Di sisi lain, PT MID di Pulau Maratua dikelola oleh perusahaan asal Malaysia.
“Kami mendukung investasi, terutama di sektor pariwisata, karena saat ini merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara. Namun, Pulau Maratua tidak boleh menjadi sarang investasi asing yang dapat mengganggu integritas NKRI. Mereka masuk dengan PMA, mendirikan resort tanpa izin, dan lama-lama bisa menguasai. Itulah sebabnya kami perlu mengawasi,” ungkap Ipunk.
Tindakan penyegelan juga dilakukan terhadap dua perusahaan reklamasi, yaitu PT RUJ dan PT JPS, di Morowali, Sulawesi Tengah, yang diduga melanggar aturan pemanfaatan ruang laut. Kegiatan pembangunan jeti seluas 1,27368 hektare dan 3,91193 hektare tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen PKKPRL.
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan PSDKP, Halid K Jusuf, mendorong manajemen PT RUJ dan PT JPS untuk segera memenuhi persyaratan dasar PKKPRL.
“Kami menghentikan aktivitas reklamasi untuk menghentikan pelanggaran dan memaksa perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajiban perizinan,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Pangkalan PSDKP Bitung, Kurniawan, ST., M.Si, mengungkapkan bahwa sebelumnya pihaknya telah menerima laporan mengenai pelanggaran terkait kegiatan reklamasi oleh PT RUJ dan PT JPS. Mereka pun mengerahkan Polsus PWP3K untuk mengumpulkan bukti di lapangan sejak awal Juli 2024.
“Menurut pengakuan dari pihak PT JPS, area reklamasi seluas 3,91193 hektare itu dibangun untuk mendukung operasional fasilitas pelatihan keamanan. Sementara itu, reklamasi pengembangan jeti PT RUJ seluas 1,27368 hektare diperuntukkan untuk kegiatan usaha pertambangan batuan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperkuat pengawasan terhadap pulau-pulau terluar Indonesia untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut, baik dalam hal perizinan maupun dalam mencegah pencurian sumber daya alam perikanan.