
KUTIPAN – Di tengah gegap gempita era digital, ketika kita sibuk men-scroll video lucu atau resep es kopi kekinian, ada sekelompok orang yang memilih untuk menghidupkan panggung warisan budaya. Senin (22/9/2025), Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) IV Tanjungpinang menggelar pementasan Mak Yong Warisan Dunia di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepulauan Riau.
Acara ini dibuka dengan tradisi makan berhidang sebuah ritual jamuan khas Melayu yang bukan cuma soal perut, tapi juga simbol kebersamaan dan tata krama.
Staf Ahli Pemerintahan Marzul Hendri mengingatkan bahwa Mak Yong bukan sekadar tontonan, tapi cerminan jati diri.
“Kita sebagai masyarakat Melayu Kepulauan Riau harus bangga dengan adanya tradisi Mak Yong di daerah kita yang merupakan Warisan Budaya Dunia tak Benda. Pementasan Mak Yong bisa memberi kesempatan bagi generasi muda untuk mengenal dan mengapresiasi seni teater tradisional, serta tetap berkembang sambil mempertahankan nilai-nilai budaya yang telah menjadi warisan bangsa,” jelas Marzul.
Mak Yong sendiri adalah seni teater tradisional yang memadukan ritual, tarian, nyanyian, musik, dan dialog. Dalam setiap gerak dan cerita, ada jejak sejarah yang menyatukan masyarakat Melayu lintas generasi. Marzul juga memberi apresiasi pada tradisi makan berhidang sebagai pembuka acara.
“Dengan kebersamaan, kekeluargaan, dan penghormatan terhadap sesama, serta melambangkan identitas budaya dan sejarah suatu daerah. Selain itu, tradisi ini juga mengajarkan adab dan tata krama makan, mempererat persaudaraan, dan menjadi simbol siklus kehidupan yang harmonis,” sambungnya.
Nada serupa datang dari Kepala BPKW IV Tanjungpinang, Jumhari, yang menekankan pentingnya panggung seperti ini sebagai cara merawat warisan budaya.
“Untuk melestarikan dan meningkatkan kesadaran akan warisan budaya ini, kita harus terus memberikan panggung kepada kesenian Mak Yong untuk diperlihatkan kepada masyarakat. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat kerja sama budaya dan saling menghargai antara Indonesia dan Malaysia, serta untuk melindungi tradisi ini dari kemunduran akibat perubahan zaman dan minimnya regenerasi,” tegasnya.
Pementasan Mak Yong akan berlangsung selama tiga hari, 22–24 September 2025, di pelataran Gedung LAM Provinsi Kepulauan Riau. Bukan hanya menjadi tontonan, acara ini adalah cara halus tapi mantap untuk mengingatkan kita bahwa budaya bukan sekadar masa lalu, melainkan denyut identitas yang harus terus dijaga—meskipun gawai kita terus menggoda.