
KUTIPAN – Di tengah geliat literasi yang kadang masih kalah pamor dari konten viral dan video singkat, ada gerakan sunyi namun bernas yang terus berlangsung di Kota Tanjungpinang. Namanya Lomba Perpustakaan Kelurahan Terbaik Tingkat Kota 2025. Bukan sekadar lomba-lombaan demi piagam penghargaan, tapi lebih kepada siapa yang paling sungguh-sungguh menjadikan perpustakaan sebagai pusat belajar warga.
Dari 18 kelurahan yang ikut seleksi awal lewat penilaian portofolio, kini tinggal enam yang tersaring untuk masuk ke tahap verifikasi lapangan. Mereka adalah Kelurahan Bukit Cermin, Senggarang, Air Raja, Penyengat, Tanjungpinang Kota, dan Melayu Kota Piring.
Verifikasi ini bukan kerja asal mampir dan ngopi di perpustakaan kelurahan. Tim juri yang datang terdiri dari orang-orang yang paham betul dunia pustaka: Novitra Valentina Tarigan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kepri, Nonik Meyda Riska Swantari dari IPI, dan M. Akbar Prasetyo dari Forum Taman Bacaan Masyarakat Tanjungpinang.
Menurut Kepala Bidang Pengembangan dan Perawatan Perpustakaan DPK Kota Tanjungpinang, Rosi Aryani, verifikasi ini merupakan tahap lanjutan yang penting.
“Tahap awal kami lakukan melalui penilaian dokumen portofolio. Dari situ, dipilih enam besar untuk diverifikasi langsung ke lokasi,” ujarnya.
Jadwalnya pun sudah dipetak-petak sejak 5 Mei lalu. Bukit Cermin jadi kelurahan pertama yang disambangi, lalu bergulir ke Senggarang, Air Raja, Penyengat, dan Tanjungpinang Kota. Melayu Kota Piring kebagian giliran terakhir pada 14 Mei nanti. Di hari itulah, rapat pleno akan digelar untuk menentukan siapa juara 1 hingga harapan 3.
Tapi sekali lagi, ini bukan cuma soal siapa menang. Ada misi yang lebih dalam dari itu.
Dalam proses penilaian, juri tak hanya memeriksa kesesuaian isian formulir dengan realitas di lapangan. Mereka juga menyimak presentasi program kerja para pengelola, melihat fasilitas yang tersedia, menilai bagaimana layanan diberikan, dan mengamati langsung aktivitas literasi yang berjalan.
Poin-poin yang dijadikan acuan bukan cuma jumlah buku atau kebersihan rak. Tapi juga bagaimana manajemen kelembagaannya, apakah koleksinya beragam, seberapa luas jangkauan layanannya, dan yang paling penting: apa kontribusinya terhadap budaya baca di lingkungan kelurahan?
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Tanjungpinang, Meitya Yulianty, menekankan bahwa lomba ini lebih dari sekadar ajang kompetisi.
“Lomba ini didukung dari DAK nonfisik Perpustakaan Nasional, yang memang diarahkan untuk mendorong penguatan literasi di tingkat daerah. Kita ingin perpustakaan kelurahan menjadi pusat belajar yang aktif, inklusif, dan berdaya guna,” jelasnya.
Di luar lomba, langkah ini merupakan strategi pembinaan jangka panjang. Mimpi besarnya adalah membangun ekosistem literasi yang tidak hanya hidup di pusat kota atau sekolah-sekolah elite, tapi juga menjalar hingga ke gang-gang kecil di kelurahan.
Karena di era di mana semua orang bisa jadi sumber informasi, perpustakaan justru perlu berdiri tegak sebagai sumber pengetahuan yang terpercaya. Tempat tumbuhnya ide, kreativitas, dan pembelajaran masyarakat.
“Perpustakaan tidak hanya menjadi tempat penyediaan bahan bacaan, tetapi juga ruang tumbuh bagi ide, kreativitas, dan pembelajaran masyarakat,” pungkas Meitya.
Jadi, siapa yang bakal keluar jadi juara? Entahlah. Tapi satu hal yang pasti: semua kelurahan yang sungguh-sungguh membangun perpustakaannya sudah jadi pemenang dalam upaya memperkuat budaya literasi di akar rumput.
Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.