
KUTIPAN – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa praktik korupsi tidak dapat dianggap sebagai tradisi atau warisan budaya, melainkan merupakan penyakit sistemik yang memerlukan penanganan serius melalui kerja sama dan ketegasan hukum. Hal itu ia sampaikan saat memberikan arahan dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Fungsi Reskrim Polri Tahun Anggaran 2025 yang digelar secara hybrid di Aula Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
“Reformasi tidak akan berarti tanpa penegakan hukum yang bertanggung jawab. Reserse adalah ujung tombak. Gunakan naluri kalian untuk memperkuat kepercayaan publik dan melindungi anggaran rakyat,” ujar Setyo di hadapan jajaran direktur reserse dari seluruh Indonesia, Kamis (17/4/2025).
Dalam paparannya, Setyo menyoroti kondisi keuangan negara yang mengkhawatirkan, dengan defisit APBN per Oktober 2024 mencapai Rp309,2 triliun atau 1,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)—lebih dari dua kali lipat dibandingkan Agustus 2024. Ia menilai kebocoran anggaran bukan hanya persoalan teknis fiskal, tetapi juga akibat lemahnya tata kelola yang rawan manipulasi.
“Proyek fiktif, mark-up anggaran, hingga pengadaan barang tak sesuai kebutuhan, semuanya terjadi karena persekongkolan. Jika terus dibiarkan, ini bisa dianggap normal—bahkan kearifan lokal,” tegasnya.
Rakernis ini dianggap sebagai momentum penting dalam memperkuat sinergi antara KPK dan Polri untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Setyo menekankan bahwa kerja sama antar-penegak hukum sangat vital, bukan hanya untuk menindak pelaku, tetapi juga memperbaiki sistem yang rusak.
“Sistem transparan dan akuntabel tak akan berguna jika penegakan hukumnya lemah. Kita harus bersinergi membangun ketegasan hukum dan kepercayaan publik,” lanjutnya.
KPK, menurut Setyo, terus mendorong pendekatan pencegahan yang menyentuh akar persoalan. Strategi yang diusulkan antara lain:
-
Penerapan sistem digital dan transparansi anggaran,
-
Penguatan Survei Penilaian Integritas (SPI),
-
Pendidikan antikorupsi sejak usia dini,
-
Optimalisasi Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) dan Whistleblowing System (WBS).
Sementara itu, dari sisi penindakan, Setyo menyerukan pendekatan yang adil dan efisien, agar penanganan perkara benar-benar memberi efek jera serta manfaat nyata bagi masyarakat.
Sebagai bagian dari upaya menutup celah kebocoran anggaran, KPK juga fokus pada pemulihan kerugian negara. Selama 2024, lembaga antirasuah ini berhasil mengembalikan dana sebesar Rp739,6 miliar ke kas negara melalui berbagai mekanisme seperti uang pengganti, barang rampasan, hibah, dan pemanfaatan aset sitaan.
“Silakan tangani perkara, tapi pastikan ada hasil yang kembali ke negara. Kalau tidak, yang ada justru negara makin tekor,” jelasnya.
Di akhir arahannya, Setyo mengajak seluruh aparat penegak hukum untuk bersatu dalam melawan korupsi, guna membangun pemerintahan yang bersih dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
“Pemberantasan korupsi bukan tugas satu lembaga, tapi tanggung jawab kita semua demi masa depan Indonesia,” pungkasnya.