
KUTIPAN – Di tengah euforia kota-kota yang berlomba-lomba bikin festival musik, kuliner kekinian, dan destinasi estetik buat Instagram, ada satu kota yang malah menonjol karena satu hal yang sering dianggap kuno—bahasa daerah. Tanjungpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau, bikin kejutan dengan menyabet penghargaan nasional. Bukan karena wisata bahari, bukan karena pesona kulinernya, tapi karena satu hal sederhana namun krusial: komitmen menjaga bahasa Melayu.
Kenapa Tanjungpinang Dapat Penghargaan?
Bukan tanpa sebab Kota Tanjungpinang menerima penghargaan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Republik Indonesia. Penghargaan ini diberikan dalam rangka Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FBIN) 2025 yang digelar di Depok, Jawa Barat.
Tanjungpinang dinilai sebagai kota paling konsisten menjaga kelestarian bahasa daerah, khususnya bahasa Melayu. Penilaian ini datang dari Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Riau yang mengusulkan Tanjungpinang ke tingkat pusat karena kontribusinya yang nyata.
Mulai dari kegiatan edukatif di sekolah-sekolah, lomba-lomba kebahasaan, sampai hal yang mungkin jarang disadari: penamaan jalan dan fasilitas umum dengan tulisan Arab Melayu.
Keren? Banget.
Siapa yang Terlibat dan Merasa Bangga?
Penghargaan ini nggak datang tiba-tiba. Ada kerja kolaboratif yang apik antara Pemko Tanjungpinang, Dinas Pendidikan, dan tentu saja Kantor Bahasa Provinsi Kepri. Bahkan, Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, nggak mau melewatkan momen buat menyampaikan rasa terima kasih dan kebanggaannya:
“Terima kasih atas apresiasi yang telah diberikan. Ini adalah hasil dari kerja sama dan kolaborasi yang baik antara seluruh elemen, termasuk Dinas Pendidikan dan Kantor Bahasa Provinsi Kepri.”
Lis juga menyebut bahwa sejak periode pertama menjabat, ia sudah menggagas penggunaan tulisan Arab Melayu untuk penamaan jalan. Menurutnya, itu bukan cuma ornamen, tapi bagian dari identitas:
“Ini bukan sekadar simbol, tetapi bentuk nyata upaya kita dalam menjaga identitas dan nilai-nilai budaya lokal.”
Apa Makna Tulisan Arab Melayu bagi Kota Ini?
Buat sebagian orang, tulisan Arab Melayu mungkin terlihat seperti hiasan semata. Tapi di Tanjungpinang, tulisan ini adalah identitas budaya. Penggunaannya di jalan-jalan bukan sekadar nostalgia, melainkan bentuk pelestarian warisan sejarah.
Bahasa, kalau nggak dijaga, lama-lama punah. Tulisan Arab Melayu adalah bagian dari sistem aksara yang dulu jadi alat komunikasi penting di masa Kesultanan Melayu. Jadi, ketika Tanjungpinang konsisten memakainya, itu sama saja seperti menjaga album kenangan hidup-hidup.
Apa Langkah Selanjutnya?
Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang dan pihak-pihak terkait sudah sepakat buat terus melanjutkan dan mengembangkan program ini. Bukan cuma sekadar mempertahankan, tapi juga memastikan generasi mendatang bisa melihat bahasa Melayu bukan sebagai beban pelajaran sekolah, tapi bagian dari jati diri.
“Penghargaan ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus menjaga dan melestarikan kekayaan budaya daerah,” kata Lis Darmansyah.
Di saat banyak kota fokus ke branding modern, Tanjungpinang memilih jalan yang berbeda: mem-branding dirinya sebagai kota penjaga budaya.
Kadang, yang bikin sebuah kota jadi keren itu bukan gedung tinggi atau event besar. Tapi ketulusan menjaga apa yang dianggap remeh: bahasa ibu, tulisan nenek moyang, dan jejak-jejak sejarah yang pelan-pelan hampir hilang. Tanjungpinang sudah kasih contoh. Sekarang tinggal pertanyaannya, kota lain, mau ikut jejak atau sibuk bikin neon box?
Untuk informasi beragam lainnya ikuti kami di medsos:
https://www.facebook.com/linggapikiranrakyat/
https://www.facebook.com/kutipan.dotco/
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.