
KUTIPAN – Di Batam, pembicaraan tentang kebijakan lingkungan kali ini agak “panas dingin.” Badan Pengusahaan (BP) Batam meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak terburu-buru menutup keran impor limbah non-B3 plastik daur ulang. Bukan karena anti-lingkungan, tapi karena dunia industri juga butuh waktu buat menyesuaikan napas.
Menurut BP Batam, kebijakan semacam ini kalau diterapkan tanpa masa transisi yang jelas, bisa bikin efek domino, industri tersendat, ekspor melambat, bahkan lapangan kerja ikut kena imbas.
Deputi Bidang Investasi dan Pengusahaan BP Batam, Fary Djemy Francis, menegaskan bahwa perubahan mendadak pada kebijakan bahan baku bisa bikin pelaku industri kaget, apalagi mereka yang sudah lama jadi penopang ekspor nasional.
“Kami memahami tujuan kebijakan ini untuk memperkuat tata kelola lingkungan. Namun, setiap perubahan perlu diiringi masa transisi agar tidak menimbulkan ketidakpastian di dunia usaha. Kepastian regulasi sangat penting bagi keberlanjutan investasi di Batam,” ujar Fary, Rabu (15/10/2025).
Batam sendiri bukan sekadar kota industri. Ia adalah urat nadi ekonomi sirkular yang bekerja dalam diam. Berdasarkan data BP Batam, volume pengolahan limbah plastik tahun 2024 mencapai 266.878 ton, naik tajam dari 176.774 ton pada 2023. Ada 16 perusahaan yang bergerak di sektor ini, dengan investasi sekitar USD 50 juta, nilai ekspor USD 60 juta per tahun, dan menyerap lebih dari 3.500 tenaga kerja lokal.
Nah, bayangkan jika aturan baru langsung diberlakukan tanpa masa transisi. Mesin-mesin pabrik bisa melambat, ekspor menurun, dan ribuan pekerja lokal kehilangan penghasilan. Bahkan UMKM di sekitar kawasan industri bisa ikut kelimpungan.
Untuk itu, BP Batam mengusulkan masa transisi lima tahun agar industri punya waktu menyesuaikan diri—dari bahan baku impor menuju pasokan domestik. Sambil tetap menjaga komitmen terhadap lingkungan, tentu saja.
“Usulan ini bukan bentuk penolakan, tetapi langkah untuk menjaga keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan kepastian berusaha. Batam berkomitmen mendukung arah kebijakan hijau pemerintah, dengan tetap melindungi tenaga kerja dan kepercayaan investor,” pungkas Fary.
Boleh jadi inilah wujud kompromi antara “hijau” dan “ekonomi.” BP Batam berusaha menunjukkan bahwa mendukung lingkungan bukan berarti mematikan roda industri. Karena bagaimanapun juga, transisi yang baik itu bukan yang cepat, tapi yang bisa dijalani bersama tanpa ada yang tersungkur di tengah jalan.
Sebagai kawasan berorientasi ekspor dan investasi, BP Batam menegaskan dirinya siap jadi mitra konstruktif pemerintah—menjaga iklim usaha yang stabil, ramah lingkungan, dan tetap berdaya saing global.





