KUTIPAN – Dalam dunia hukum, memberikan Kuasa Menjual kepada pihak lain adalah tindakan yang memiliki konsekuensi besar. Kuasa Menjual adalah dokumen yang memberikan hak kepada seseorang untuk menjual properti atau aset atas nama pemberi kuasa. Meskipun tampak praktis, langkah ini tidak boleh diambil dengan gegabah.
Dengan menandatangani Kuasa Menjual, pemberi kuasa secara hukum memberikan kontrol kepada penerima kuasa atas penjualan asetnya. Ini berarti penerima kuasa memiliki wewenang untuk melakukan transaksi jual beli tanpa perlu persetujuan lebih lanjut dari pemberi kuasa.
Beberapa konsekuensi hukum yang dapat timbul antara lain, pemberi kuasa tidak lagi memiliki kendali langsung atas aset yang diamanatkan untuk dijual, serta dapat terjadi penerima kuasa menyalahgunakan wewenang yang diberikan untuk keuntungan pribadi, sehingga merugikan pemberi kuasa secara finansial dan hukum.
Notaris memainkan peran penting dalam proses pembuatan Kuasa Menjual. Notaris bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemberi kuasa memahami konsekuensi dari dokumen yang mereka tanda tangani. Seringkali, karena ketidaktahuan masyarakat, mereka dengan mudah meminta Notaris untuk membuatkan Kuasa Menjual tanpa dasar yang jelas bahwa telah terpenuhinya unsur tunai dan terang.
Notaris perlu berhati-hati dalam pembuatan Kuasa Menjual dengan memastikan bahwa telah disampaikan atau dibuktikan alat bukti berupa pembayaran sejumlah uang sebagai pelunasan jual beli, misalnya kwitansi atau surat dokumen serupa. Notaris harus waspada untuk tidak hanya menerima keterangan dari penghadap secara lisan tanpa bukti yang menunjukkan sudah lunasnya proses jual beli.
Peralihan hak atas tanah melalui jual beli merupakan perbuatan hukum pemindahan hak selama-lamanya dari penjual kepada pembeli. Transaksi ini melibatkan pembayaran harga oleh pembeli kepada penjual, dengan syarat terang dan tunai. Terang berarti dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, sedangkan tunai berarti pembayaran dilakukan sekaligus saat penandatanganan akta. Dalam konteks ini, penting untuk memastikan apakah penjualan dan penerimaan uang pembelian oleh penjual telah benar-benar terjadi.
Praktik penggunaan Kuasa Menjual hingga saat ini masih belum sinkron dan sering terjadi silang pendapat. Ada kantor pertanahan yang mensyaratkan suatu Kuasa Menjual hanya berlaku dalam rentang waktu tertentu dari pembuatannya. Padahal, esensi Kuasa Menjual yang didasari dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Lunas sebenarnya digunakan sebagai wujud perlindungan hukum bagi pembeli.
Hal ini dikarenakan situasinya bisa saja berbeda, di mana objek tanah telah dilakukan pembayaran secara lunas tetapi masih dalam proses pendaftaran tanah untuk pertama kali (pensertipikatan). Sehingga sifat kuasa seperti ini tidak mensyaratkan apakah pemberi kuasa masih hidup atau tidak.
Selain itu, Notaris perlu untuk mengingat asal usul harta. Apabila harta tersebut diperoleh setelah perkawinan di mana adanya percampuran harta antara suami istri dan tidak dibuatnya perjanjian kawin, maka Kuasa Menjual tersebut perlu didukung dengan persetujuan dan kuasa dari pasangan kawinnya, baik itu hadir secara langsung atau dibuktikan dengan akta otentik.
Ini penting untuk memastikan bahwa penjualan aset dilakukan dengan persetujuan penuh dari kedua belah pihak dalam perkawinan, sehingga tidak ada sengketa di kemudian hari.
Penulis : Ricco Survival Yubaidi, S.H., M.Kn., Ph.D. Notaris, PPAT Kota Surakarta dan Dosen Fakultas Hukum UII