
KUTIPAN – Senin pagi, 5 Mei 2025, di sebuah sudut sibuk Kota Tanjungpinang, tepatnya di Jalan D.I. Panjaitan, Batu X, sekelompok ibu-ibu dengan wajah penuh harap tampak mengantre rapi. Bukan antre sembako. Bukan juga rebutan tiket konser. Tapi ini: pelayanan KB gratis, dalam rangka ulang tahun ke-74 Ikatan Bidan Indonesia (IBI) tingkat Kota Tanjungpinang.
Apa istimewanya? Ya namanya juga gratis, siapa yang nolak. Tapi bukan itu saja poinnya. Ini tentang tubuh perempuan, tentang masa depan keluarga, dan—percaya atau tidak—tentang nasib bangsa.
Kegiatan ini digelar hasil kolaborasi antara IBI, Dinas Kesehatan, BKKBN, didukung TP PKK, penyuluh KB, dan kader-kader kelurahan se-Kota Tanjungpinang. Lengkap. Bukan main.
Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes PP dan KB), Pak Rustam, hadir langsung membuka acara. Disanding Ibu Raja Emi, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Ada juga tokoh kunci, Efiarni—pemilik tempat praktik bidan mandiri Putri Bungsu—yang jadi tuan rumah kegiatan.
Dalam sambutannya, Rustam menekankan pentingnya KB, bukan sekadar urusan alat kontrasepsi. Lebih dari itu, ini tentang kualitas hidup. “KB juga memberi manfaat besar dalam hal kesehatan ibu, tumbuh kembang anak, serta perencanaan masa depan keluarga,” ujarnya.
Jujur saja, ini pernyataan yang relate banget. Soal urusan keluarga, ibu-ibu ini bukan cuma mikirin nasi dan cicilan. Mereka mikirin bagaimana anak bisa tumbuh tanpa harus rebutan perhatian. Bagaimana mereka bisa sehat tanpa waswas hamil sebelum waktunya.
Rustam juga nyebut bahwa Posyandu itu ujung tombak. Tempat di mana informasi soal kesehatan keluarga menyebar dari mulut ke mulut. Dari ibu kader ke ibu rumah tangga. Gratis, ramah, dan—yang paling penting—tidak menghakimi.
“Saya mengajak seluruh kader Posyandu untuk terus aktif dalam menyosialisasikan program KB kepada masyarakat, terutama pasangan usia subur,” lanjutnya.
Nah ini penting. Karena kadang, orang malas ikut KB bukan karena nggak mau. Tapi karena nggak tahu harus ke mana dan tanya ke siapa.
Sementara itu, Efiarni sebagai tuan rumah juga dapat ucapan terima kasih khusus. Seperti kata Rustam, tanpa tenaga medis dan tempat-tempat praktik seperti ini, program KB tak bakal jalan optimal. Dan itu masuk akal. Sebab negara bisa bikin program, tapi eksekusinya tetap butuh tangan-tangan konkret: para bidan dan penyuluh yang kerja dari pintu ke pintu.
Salah satu peserta, Ririn (29 tahun), sumringah saat diwawancarai. “Kegiatan ini sangat membantu kami para ibu-ibu, apalagi semuanya gratis dan pelayanannya ramah. KB penting buat saya dan keluarga,” katanya.
Coba bayangkan: Ririn ini mewakili jutaan ibu-ibu di Indonesia. Yang ingin mengatur kehamilan, bukan karena anti-anak, tapi karena ingin jadi ibu yang sehat dan sadar perencanaan. Jadi ibu yang tidak hanya melahirkan, tapi juga mengasuh dengan utuh.
Layanan KB serentak ini jadi bagian dari target nasional. Tapi lebih dari angka-angka, ini tentang harapan kecil di tiap rumah tangga: punya kendali atas hidup dan tubuhnya. Sesuatu yang seringkali dianggap biasa, tapi nyatanya revolusioner.
Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan. Editor: Fikri