KUTIPAN – Kapolres Metro Bekasi, Komisaris Besar Polisi Twedi Aditya Bennyahdi, mengadakan konferensi pers pada Kamis (5/9/2024) di aula Polres Metro Bekasi, Jalan Ki Hajar Dewantara, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Dalam acara ini, ia memaparkan kasus yang diungkap oleh Unit Kriminal Khusus Polres Metro Bekasi terkait penyalahgunaan gas LPG subsidi.
Kasus ini bermula dari penyelidikan yang dilakukan Unit Reskrim pada 28 Agustus 2024, setelah mendapatkan informasi mengenai dugaan tindakan ilegal terkait gas subsidi. “Bermodal informasi yang sudah didapat, kami bergerak cepat,” ujar Kapolres.
Kasat Reskrim Kompol Sang Ngurah Wiratama Satria Pathy dan tim berhasil menangkap empat pelaku, berinisial GAG, I, SH, dan YM, saat mereka sedang mendistribusikan gas yang telah dipindahkan ke dalam kaleng portable. Penangkapan berlangsung di rumah produksi di Perum Bekasi Timur Permai, Setia Mekar, Tambun Selatan.
Dari penggerebekan tersebut, pihak kepolisian berhasil mengamankan berbagai barang bukti, termasuk satu unit motor Viar roda tiga yang berisi 300 tabung gas portable berbagai merek. Di lokasi tersebut, mereka juga menemukan 1.200 tabung gas portable terisi, 3.750 tabung gas kosong, serta peralatan lainnya seperti regulator dan timbangan.
Kapolres menekankan bahwa tindakan penyalahgunaan gas subsidi ini merugikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta masyarakat luas. “Pemindahan gas LPG subsidi 3 kilogram ke kaleng gas portable jelas menyebabkan kerugian bagi UMKM dan masyarakat banyak,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan tentang proses produksi ilegal ini, “Dalam sehari, para pelaku bisa memproduksi hingga 200 tabung gas portable dan menjualnya melalui E-Commerce Shopee dengan akun @Bwgunda Outdor seharga Rp 10.000 per kaleng.”
Dari hasil penjualan ilegal tersebut, pelaku diduga meraup keuntungan sebesar Rp 518.000.000 (lima ratus delapan belas juta rupiah). Karena tindakan ini, mereka dijerat dengan tiga pasal hukum, termasuk Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang diubah pada Pasal 40 angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2023. Ancaman hukuman bagi pelaku bisa mencapai penjara selama lima tahun.