
KUTIPAN – Malam yang biasanya hanya diisi suara motor ojek dan tukang nasi goreng, mendadak geger di Kembangan, Jakarta Barat. Bukan geger biasa, melainkan geger gara-gara aparat gabungan Polda Metro Jaya, TNI, hingga Satpol PP turun tangan ramai-ramai dalam Operasi Berantas Jaya. Sebanyak 734 personel diterjunkan ke lapangan, kayak mau operasi besar-besaran. Eh, memang iya, tujuannya: beres-beres premanisme.
Kombes Pol. Ade Ary Syam Indardi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, bercerita, operasi ini dimulai dari kegiatan yang halus dulu: surveilans. Alias, diam-diam ngintip situasi. Lalu lanjut ke tahap penyelidikan. Dari rangkaian ini, ditemukan 22 orang yang disebut melakukan aksi premanisme.
“Dimulai dari kegiatan surveilans, kemudian penyelidikan, didapatkan ada 22 orang yang melakukan aksi preman,” terang Kombes Pol. Ade Ary, Selasa (13/5/25) malam.
Bukan sekadar tangkap orang asal-asalan, mereka yang dicokok ini disebut berafiliasi dengan ormas-ormas yang namanya nggak asing: GRIB, FBR, hingga Karang Taruna. Nama besar, aksi kecil-kecilan tapi ngeselin: nagih uang ke pedagang kaki lima dan pungut liar di area parkiran.
Lebih miris lagi, dari hasil penyelidikan, ada bukti fisik berupa karcis-karcis retribusi dadakan dan buku catatan keuangan—yang isinya rekap hasil pungli dari rakyat kecil. Jadi bukan cuma omongan doang, ini ada “laporan keuangan” ala-ala mafia kecil. Para pedagang kaki lima sampai mengaku harus setor uang setiap bulan dengan nominal bervariasi: dari Rp10 ribu sampai Rp1 juta.
“Jadi masyarakat di sekitar sini, pedagang kaki lima itu sudah sangat resah dengan adanya pungutan-pungutan ini. Nah, ini harus kami respons dengan cepat,” lanjut Ade Ary.
Logikanya sederhana. Pedagang kaki lima itu jualan buat nyambung hidup, bukan buat nyetor setoran harian ke oknum yang merasa punya lahan. Kalau dibiarkan, siapa yang berani jualan? Siapa yang bisa hidup? Negara kan seharusnya hadir buat lindungi yang kecil-kecil kayak gini, bukan malah membiarkan mereka diperas.
Makanya Operasi Berantas Jaya ini patut diapresiasi. Bukan cuma soal banyak-banyakan orang ditangkap, tapi soal pesan moralnya: nggak ada ruang buat aksi premanisme yang nguras rakyat kecil. Apalagi kalau sampai bawa-bawa nama ormas segala.
Sayangnya, membersihkan premanisme itu kayak nyapu pasir di pantai. Sekali sapu, balik lagi. Jadi, lebih dari sekadar operasi sesekali, penanganan harus dibuat konsisten dan sistematis. Biar nggak cuma heboh sehari dua hari, lalu besoknya preman-preman ini balik lagi bawa “proposal” baru.
Pada akhirnya, yang diminta rakyat kecil itu sederhana: bisa kerja tanpa ditakut-takuti, bisa dagang tanpa harus mikir setor ke pihak yang bukan-bukan. Semoga Operasi Berantas Jaya ini bukan cuma jadi berita viral satu malam, tapi benar-benar jadi langkah awal buat bersih-bersih yang serius.
Untuk informasi beragam lainnya ikuti kami di medsos:
Editor: Fikri
Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.