Eksekusi pengosongan ruko milik Theresia Manek dan Stefanus Harry Irfandi yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Komplek Ruko Taman Eden Blok D Nomor 21, Lubuk Baja, Kota Batam ditunda. Pasalnya, saat eksekusi pengosongan ruko sempat ricuh lantaran pihak Pengadilan Negeri (PN) Batam didampingi pihak Kepolisian dari Polsek Lubuk Baja memaksa masuk untuk melakukan eksekusi pengosongan.
Padahal, dalam proses mediasi antara kuasa hukum Theresia Manek dan Stefanus Harry Ifandi, Nasrul dan Ricardo bersama perwakilan dari PN Batam dan pihak kepolisian menyatakan bahwa eksekusi pengosongan ditunda.
Hal ini menyebabkan partisipan dari Theresia Manek dan Stefanus Harry Ifandi bentrok dengan pihak pengamanan dari Polsek Lubuk Baja.
Kontak fisik antara partisipan dan pihak penjagaan tidak bisa dihindarkan, tiga orang partisipan turut ditangkap dan digelandang ke Mapolresta Barelang.
Menanggapi hal tersebut, Nasrul selalu kuasa hukum pemilik ruko menyayangkan tindakan pengosongan sepihak yang dilakukan oleh PN Batam dan didampingi pihak kepolisian.
“Tadi sebelum eksekusi kami sudah melakukan mediasi dengan PN Batam, pihak kepolisian dan pemenang lelang. Dari hasil mediasi itu dinyatakan bahwa eksekusi ditunda, tapi kenapa tiba-tiba tetap melakukan eksekusi,” kata Nasrul, Selasa (23/8/2022).
Nasrul menilai, keputusan PN Batam dalam mengeluarkan surat pengosongan ini ada kejanggalan. Mengingat perkara antara kliennya dengan Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Kota Batam masih berlangsung di PN Batam.
“Sidang masih berjalan, seharusnya kita menghormati itu. Tapi kenapa tiba-tiba melakukan eksekusi seperti ini,” ucapnya.
Dijelaskan Nasrul, kejadian ini bermula ketika kliennya yang merupakan suami istri ini menggadaikan sertifikat dua unit rukonya yang beralamat di Jl Ahmad Yani Komplek Ruko Taman Eden Blok D nomor 21 kepada Bank BNI cabang Kota Batam pada tahun 2011 dengan nilai limit Rp 1,2 miliar.
Dalam Perjanjian kredit itu, lanjut Nasrul, disebutkan bahwa cicilan perbulannya sebesar Rp 17.567.140 dan berlangsung selama 10 tahun hingga 2021. Namun dalam proses perjalanannya, pembayaran cicilan hutang pokok, denda dan bunga terjadi kemacetan pembayaran oleh kliennya.
“Kliennya pada tahun 2019 lalu juga sempat melakukan permohonan pengajuan pembayaran secara keseluruhan, akan tetapi ditolak oleh pihak Bank BNI cabang Batam dengan alasan habisnya batas tenggat waktu kredit,” jelas Nasrul.
Padahal, berdasarkan perjanjian awal pada tahun 2011 lalu, tenggat waktu kredit antara kliennya dengan Bank BNI Cabang Batam berlangsung selama 10 tahun, terhitung dari tahun 2011 hingga tahun 2021.
Atas keterlambatan atau gagal bayar itu, tanpa seijin dari kliennya, pihak Bank BNI cabang Batam terbukti telah menjual objek jaminan hak tanggungan tersebut secara lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Batam.
“Klien kami ini tidak pernah menduga dan mengetahui telah adanya proses penjualan lelang yang dilakukan oleh Bank BNI cabang Batam. Bahkan klien kami pada awalnya juga tidak mengetahui siapa pemenang lelangnya dan dimenangkan dengan harga berapa kedua unit ruko mereka itu,” ujarnya.
Ia menambahkan, kedua kliennya ini mengetahui ketika mendapatkan surat panggilan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam. Panggilan tersebut menanggapi adanya surat permohonan eksekusi hak tanggungan dari pihak pemenang lelang atas nama Ridwan.
Atas dasar itu, kliennya merasa sangat keberatan dan dengan tegas menolak proses pelelangan terhadap objek hak tanggungan milik kliennya itu.
“Hal ini dikarenakan tidak adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada klien kami terkait proses pelelangan yang terjadi dan klien kami menilai bahwa dua unit rukonya dilelang dengan harga yang sangat rendah dan itu merugikan klien saya,” tambahnya.
Diwaktu yang sama, Ricardo H. Simbolon, S.H menjelaskan bahwa KPKNL Batam dalam kasus ini turut terlibat dan diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Hal ini mengingat pelaksanaan lelang yang dilakukan tersebut tidak sesuai dengan mekanisme harga pasar dan melakukan kesalahan serta kelalaian yang berdampak pada eksekusi pengosongan.
“KPKNL Batam dalam kasus ini telah melelang dua unit ruko kliennya dengan nilai Rp 1,3 miliar. Hal ini sangat merugikan kliennya mengingat nilai jual kedua rukonya tersebut bekisar mencapai Rp 7 miliar hingga Rp 8 miliar,” tegasnya.
Dijelaskan Ricardo, KPKNL Batam diduga menyalahi aturan lainnya dalam proses pelelangan dua unit ruko kliennya mengingat bahwa KPKNL Batam tidak memberikan pengumuman kepada masyarakat melalui media massa bahwa akan dilaksanakannya proses pelelangan tersebut.
“Kami juga menduga bahwa proses lelang eksekusi hak tanggungan yang dilakukan Bank BNI cabang Batam itu tidak sesuai proses yang ada. Hal ini karena klien saya sama sekali tidak pernah memberikan kuasa lelang eksekusi hak tanggungan kepada Bank BNI Batam melalui penandatanganan Surat Kuasa Membebankan Hal Tanggungan (SKMHT),” tegas Ricardo.
“Kami meminta bahwa PN Batam dapat membatalkan dan menyatakan bahwa sertifikat HGB milik pemenang lelang atas nama Ridwan tidak sah karena melalui proses lelang yang diduga berlawanan dengan ketentuan yang berlaku serta membatalkan proses pengosongan yang sudah berlangsung,” pungkasnya.