
KUTIPAN – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menggelar sidang sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Tasikmalaya 2024 pada Kamis, 15 Mei 2025. Sidang ini menandai dimulainya proses hukum terkait pelaksanaan PSU yang kontroversial di Kabupaten Tasikmalaya.
Persidangan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. Sengketa ini muncul setelah MK memutuskan bahwa PSU harus dilaksanakan, namun pelaksanaannya dianggap tidak sesuai dengan aturan yang berlaku oleh beberapa pihak.
Pada sidang tersebut, dua pasangan calon yang menggugat adalah Iwan Saputra-Dede Muksit Aly (Paslon Nomor Urut 01) dan Ai Diantani Ade Sugianto-Iip Miftahul Paoz (Paslon Nomor Urut 03). Mereka menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh MK dan peraturan yang berlaku dalam menjalankan PSU.
Para penggugat menilai bahwa KPU hanya membuka pendaftaran ulang untuk pasangan calon Nomor Urut 03, sementara status seluruh pasangan calon lainnya telah dicabut berdasarkan putusan MK.
“Seharusnya setelah putusan MK, seluruh pasangan calon didiskualifikasi dan dilakukan pendaftaran ulang. Bukan hanya mengganti individu dalam pasangan calon,” ujar Dani Safari Efendi, kuasa hukum pasangan calon Nomor Urut 01, dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK.
Tidak hanya persoalan administratif yang disoroti, sidang ini juga mengungkap adanya dugaan praktik politik uang dalam proses Pilkada Tasikmalaya. Beberapa pihak mengungkapkan bahwa di sejumlah kecamatan terjadi lonjakan signifikan dalam perolehan suara yang diduga merupakan hasil dari politik uang.
Dugaan ini semakin memperburuk citra proses PSU di Tasikmalaya, yang juga sudah disorot dalam beberapa daerah lain yang menggelar PSU pada Pilkada 2024.
Namun, penggugat menegaskan bahwa fokus utama dalam sengketa ini adalah ketidaksesuaian prosedural yang dilakukan oleh KPU dalam pelaksanaan pendaftaran ulang pasangan calon. Mereka berpendapat bahwa tahapan pendaftaran PSU tidak dijalankan secara adil dan setara bagi semua pasangan calon.
Selain itu, kuasa hukum pasangan calon Nomor Urut 1 juga menyoroti tidak diberikannya cuti kepada Paslon Nomor Urut 2, Cecep Nurul Yakin, yang menjabat sebagai Wakil Bupati aktif. Hal ini mengakibatkan Cecep, yang pada saat bersamaan berstatus sebagai Wakil Bupati, memiliki potensi untuk mempengaruhi jalannya Pilkada dengan menggunakan kekuasaannya.
“Paslon 02 yang merupakan Wakil Bupati aktif menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi ASN mulai dari camat hingga kepala desa. Kami menganggap demokrasi PSU di Kabupaten Tasikmalaya telah dikhianati penyelenggara,” ujar Ecep Sukmanagara, kuasa hukum pemohon, pada sidang yang berlangsung di MK.
Dalam sidang tersebut, Pemohon dari Paslon Nomor Urut 1 mengajukan permintaan agar MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Tasikmalaya Nomor 35 Tahun 2025 yang menetapkan hasil PSU Pilkada Tasikmalaya. Pemohon juga meminta agar MK menyatakan Pemungutan Suara Ulang yang dilakukan oleh KPU Tasikmalaya inkonstitusional.
Di sisi lain, kuasa hukum pasangan calon Nomor Urut 3, Andi Ibnu Hadi, turut menyampaikan pendapatnya terkait pelaksanaan tahapan PSU yang tidak mematuhi Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 dan Putusan MK Nomor 132/PHPU.BUP-XXIII/2025. Menurut Andi, KPU hanya berlandaskan pada Surat KPU Nomor 494/PL.06-SD/06/2025 dan tidak membuka pendaftaran untuk seluruh pasangan calon.
“Perbuatan KPU ini melawan hukum,” ujar Andi.
Dengan adanya sengketa ini, publik dan pengamat hukum mengamati bahwa hasil dari sidang sengketa ini akan menjadi ujian bagi integritas penyelenggaraan pemilu di tingkat daerah.
Laporan: Chandra Editor: Husni Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.