
KUTIPAN – Kalau dua pejabat penting di pemerintahan daerah tiba-tiba hilang kontak setelah dipanggil Bawaslu, masyarakat wajar kalau langsung pasang alis. Bukan sekadar kepo, tapi ini soal tanggung jawab publik dan transparansi pemerintahan yang semestinya tetap jalan, bahkan ketika suasana politik sedang mendidih. Inilah yang sedang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya pasca-Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Senin, 17 Maret 2025 lalu.
Dua nama pejabat eselon II mendadak jadi bahan pembicaraan: Asep Darisman, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), serta Drs. Aam Rahmat Selamet, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Lingkungan Hidup (DPUTRLH). Keduanya dilaporkan tak bisa dihubungi sejak mereka dipanggil oleh Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam PSU.
Masyarakat dan media pun dibuat geleng-geleng. Nomor kontak keduanya tak aktif. Upaya menghubungi mereka? Nihil. Seolah menghilang ditelan kabut tebal politik lokal. Yang lebih bikin penasaran, sampai berita ini ditulis, belum ada satu pun penjelasan resmi dari pihak pemerintah daerah. Diam seribu bahasa.
Spekulasi langsung merebak. Apakah ini bentuk menghindar dari pemeriksaan? Atau ada tekanan politik tertentu? Atau memang sedang ada urusan penting di luar jangkauan sinyal? Entahlah. Yang jelas, ini bukan soal sepele. Bagi pemerintahan daerah, dua pejabat eselon II itu punya peran vital dalam pelayanan dan kebijakan publik.
Tak heran, publik berharap ada penjelasan terbuka dan langkah konkret. Apalagi dalam suasana pasca PSU yang memang sudah panas dari sananya. Isu dugaan pelanggaran netralitas ASN bukan isu receh. Ini menyangkut integritas birokrasi dan kepercayaan terhadap proses demokrasi.
Lebih mengherankan lagi, ketika awak media mencoba mengkonfirmasi lewat jalur lain, jawaban tetap nihil. Sekretaris DPUTRLH, Ela Komala, juga tak memberikan respon.
“Dihubungi sejak beberapa hari yang lalu sampai terbitnya pemberitaan ini tidak pernah menjawab, bahkan saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp miliknya pun tidak pernah membalas dan hanya membaca saja,” tulis wartawan yang betugas disana..
Bawaslu sendiri memang sudah melangkah sesuai prosedur dengan melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak yang diduga terlibat. Tapi publik juga menunggu, apakah ada tindak lanjut lebih lanjut? Apakah akan ada pemeriksaan resmi? Atau akan menguap begitu saja seperti berita politik musiman lainnya?
Di tengah situasi ini, satu hal yang mestinya tidak boleh dilupakan: netralitas ASN adalah pilar penting dalam demokrasi lokal. Kalau ASN sudah condong ke satu pihak, apalagi sampai intervensi pemilu, maka proses demokrasi bisa pincang. Pemungutan suara bukan hanya soal siapa yang menang, tapi bagaimana prosesnya bisa dipercaya.
Sebagian masyarakat masih percaya, badai ini bisa dilalui dengan kepala dingin dan langkah tegas. Namun itu hanya bisa terjadi kalau pemerintah daerah dan pihak terkait mau terbuka, menjelaskan, dan menindak sesuai aturan. Kalau tidak? Jangan salahkan kalau kepercayaan publik mulai luntur sedikit demi sedikit.
Karena pada akhirnya, transparansi bukan sekadar jargon. Ia adalah janji yang mesti dipenuhi, terutama ketika publik mulai bertanya-tanya, “Ada apa sebenarnya di balik diamnya para pejabat ini?”
Laporan: Chandra Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.