
KUTIPAN – Jakarta Pusat, Gedung Nusantara V tempat berkumpulnya para legislator, pemikir hukum, dan tentu saja, para pejuang daerah yang masih harus jungkir balik memperjuangkan otonomi substansial. Di antara wajah-wajah formal yang terbiasa berbicara dalam bahasa peraturan, hadir satu tokoh dari pulau-pulau: Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Nyanyang Haris Pratamura.
Kehadiran Nyanyang dalam kegiatan diseminasi Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI, Senin (14/7/2025), bukan sekadar menambah daftar peserta dalam undangan. “Ini bukan hanya bentuk komitmen terhadap proses legislasi yang berkualitas,” ujar Nyanyang, tegas namun tetap tenang. “Tetapi juga sebagai wujud sinergi antara daerah dan pusat, antara aspirasi lokal dan kebijakan nasional.”
Kalimat yang barangkali terdengar diplomatis—namun justru menyimpan isi kepala yang sedang bergejolak. Karena bicara soal Kepri bukan bicara daerah biasa. Ia wilayah kepulauan yang berbatasan langsung dengan negara lain, dengan perut laut yang kaya, dan garis pantai yang lebih panjang dari waktu tunggu RUU di senayan.
“Keberadaan regulasi yang tepat, responsif, dan selaras dengan kebutuhan daerah menjadi sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, serta perlindungan sosial bagi masyarakat di Kepulauan Riau,” katanya, menyelipkan kekhawatiran yang tidak bisa disederhanakan.
Sebab realitanya, menurut Nyanyang, “masih banyak tantangan yang harus kami hadapi dalam proses harmonisasi peraturan daerah, sinkronisasi kebijakan lintas sektor, hingga implementasi undang-undang yang sering kali belum berpihak pada kekhususan daerah kepulauan.”
Dan itu bukan sekadar keluhan. Itu laporan dari lapangan. Karena Kepri bukan Jakarta. Di Kepri, laut bukan batas tapi jalan raya. Di Kepri, konektivitas bukan tentang internet 5G, tapi tentang kapal kayu dan jadwal cuaca.
Maka, Nyanyang menyambut baik inisiatif DPD RI melalui kegiatan diseminasi BULD ini. “Ini sebagai ruang tukar gagasan, penyampaian hasil kajian, dan yang terpenting sebagai wadah memperkuat peran DPD RI sebagai jembatan antara aspirasi daerah dan kebijakan nasional,” ujarnya.
Membaca pernyataan ini, kita tahu Nyanyang sedang melempar bola ke tengah. Agar legislatif tidak hanya jadi penjaga pasal, tapi penjaga realitas.
Harapan Nyanyang jelas. DPD RI diminta untuk konsisten mengawal penyusunan dan evaluasi legislasi. Bukan sekadar simbolik, tapi substantif. “Yang mendorong otonomi daerah yang lebih substansial, efisien, dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat di setiap wilayah,” tegasnya.
Karena itu, ia menaruh harapan besar pada hasil kegiatan ini. “Semoga kegiatan ini menghasilkan rekomendasi-rekomendasi strategis yang membawa manfaat bagi daerah, khususnya bagi masyarakat Kepulauan Riau yang kami cintai,” tutupnya.
Kata-kata yang menyimpan cinta pada daerah yang dihimpit laut dan seringkali dilupakan dalam naskah kebijakan. Namun lewat suara seperti Nyanyang, semoga suara pulau-pulau tak lagi sekadar gema di sudut Nusantara V.
Laporan: Rangga | Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.