KUTIPAN – Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) masih menemukan polemik orang tua yang memaksakan anaknya bersekolah di tempat favorit meski telah diterima di sekolah lain pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2024. Temuan ini didapat saat Ombudsman melakukan pengawasan di beberapa sekolah di Batam melalui Keasistenan Pencegahan Maladministrasi.
Pengawasan dilakukan pada delapan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu SMA 3, SMA 26, SMA 25, SMA 8, SMA 16, SMA 1, SMA 28, dan SMA 24. Selain itu, dua Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni SMK 2 dan SMK 1, serta dua Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu SMP 4 dan SMP 6 juga diawasi sejak Kamis, 11 Juli 2024.
Dengan kondisi ini, banyak sekolah mengalami kekurangan pendaftar dan memaksakan penambahan Rencana Daya Tampung (RDT) dengan memadatkan Rombongan Belajar (Rombel). Misalnya, di SMA 26, SMA 25, SMA 24, dan SMA 28, pendaftar ulang masih kurang dari RDT yang ditetapkan pada Juknis.
“Kami menemukan bahwa orang tua masih menahan diri untuk melakukan daftar ulang dan berharap ada penambahan RDT pada SMA yang dianggap favorit seperti di SMA 1, SMA 3, dan SMA 8,” ujar Dr. Lagat Siadari, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri pada Rabu (17/07/2024).
Kondisi ini menyebabkan beberapa sekolah terpaksa menambah dan memadatkan Rombel, seperti di SMP 4 dari 36 orang per Rombel menjadi 40 orang, dan di SMP 6 dari 40 orang per Rombel menjadi 43-44 orang.
Menanggapi persoalan tersebut, Dr. Lagat Siadari mengimbau orang tua murid agar segera mendaftarkan anaknya dan tidak lagi memaksakan diri untuk diterima di sekolah yang diinginkan karena kapasitas kelas yang terbatas.
Ia juga meminta agar kekurangan siswa ini menjadi motivasi bagi guru di sekolah yang kurang diminati untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“Ini menjadi tantangan bagi para guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan mereka agar pada tahun depan menjadi pilihan Calon Peserta Didik (CPD),” ujar Lagat.
Lagat juga berharap agar Pemerintah Provinsi Kepri melalui Dinas Pendidikan tidak mengambil kebijakan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pengamatan di lapangan, proses PPDB sebenarnya berjalan dengan baik dan tidak banyak penyimpangan.
Temuan paling banyak adalah mispersepsi orang tua terkait sarana pengaduan yang disediakan sekolah, yang dianggap sebagai jalur untuk memasukkan anaknya ke sekolah favorit tanpa melalui jalur resmi. Padahal, saluran pengaduan tersebut bukanlah sarana pendaftaran, melainkan untuk kendala terkait PPDB.
Ombudsman RI Perwakilan Kepri memberikan dua opsi saran kepada Kepala Dinas Pendidikan Kepri:
- Opsi 1:
- Menetapkan siswa yang diterima sesuai Rombel dan RDT berdasarkan Juknis.
- Mengalihkan siswa yang belum tertampung ke sekolah lain meski jauh.
- Tidak menerima/menambah kelas shifting dan online.
- Tidak menambah siswa untuk kelas yang tidak layak (tidak memadai sarana dan prasarana).
- Tidak menambah siswa dengan menggunakan laboratorium sebagai kelas.
- Opsi 2:
- Mengoptimalkan penerimaan siswa dengan memaksimalkan daya tampung kelas meski melebihi ketentuan (di atas 36) dengan memperhatikan kelayakan maksimal 44 orang/kelas.
- Menegosiasikan siswa yang belum tertampung ke sekolah swasta dengan pembiayaan yang lebih ringan.
Lagat menegaskan bahwa Ombudsman Perwakilan Kepri akan terus memantau perkembangan di lapangan dan akan mengambil tindakan tegas terhadap perbuatan maladministrasi yang terjadi dalam PPDB ini.
“Kami akan merekomendasikan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan penyimpangan,” tutup Lagat.