
KUTIPAN – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memutuskan untuk menghapus alokasi dana hibah keagamaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025. Adapun pemangkasan ini sejalan dengan kebijakan efisiensi APBD Jabar 2025 sebesar Rp5,1 triliun.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2025, alokasi hibah untuk Sub Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual yang semula sebesar Rp153,580 miliar, kini dipangkas hingga hanya tersisa Rp9,250 miliar. Total anggaran hibah di bawah Biro Kesejahteraan Rakyat juga merosot dari Rp345,845 miliar menjadi Rp132,510 miliar.
Dalam keterangannya, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk memastikan distribusi dana yang lebih adil. “Kami ingin memastikan bahwa dana hibah tidak hanya jatuh kepada lembaga-lembaga yang memiliki akses politik atau menjadi relasi politik, tetapi benar-benar berdasarkan kebutuhan,” ujar Dedi kepada awak media di Gedung Pakuan, Bandung, Rabu (23/4/2025).
Dana hibah yang sebelumnya mencapai Rp153 miliar kini hanya dialokasikan sebesar Rp9,25 miliar untuk dua lembaga, yaitu Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jawa Barat dan Yayasan Mathlaul Anwar di Kabupaten Bogor. Keputusan ini berdampak pada lebih dari 370 lembaga yang sebelumnya direncanakan menerima hibah di tahun 2025 ini.
Sementara itu, Gubernur Dedi menegaskan bahwa kebijakan ini bukan berarti anti agama. “Kami justru ingin menghentikan praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, seperti penyalahgunaan dana oleh yayasan fiktif,” tambahnya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan keputusan ini merupakan langkah strategis untuk membenahi sistem tata kelola hibah yang selama ini tidak cukup merata.
“Itu adalah bagian dari langkah strategis dan upaya kita dalam membenahi manajemen tata kelola. Gitu, loh. Tata kelolanya bagaimana? Satu, agar hibah ini tidak jatuh pada pesantren yang itu-itu juga,” kata Dedi.
Menurut Dedi, ada ketimpangan dalam penyaluran hibah. Selama ini, kata dia, penyaluran dana hibah dibeberapa daerah baik Kabupaten atau Kota di Jawa Barat diduga hanya menguntungkan segelintir yayasan yang memiliki kedekatan politik. Bahkan beberapa daerah seperti Kabupaten Garut, Ciamis, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar termasuk Kabupaten Tasikmalaya yang saat ini sedang dilakukan pemeriksaan oleh pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat berdasarkan hasil pemeriksaan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Jawa Barat terhadap pengelolaan belanja hibah Pemkab Tasikmalaya tahun anggaran 2023 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang diduga menyimpang dari mekanisme pengelolaan seharusnya.
“Makanya saya sudah rapat tuh dengan Kemenag seluruh Jawa Barat. Ke depan, kita akan mengarahkan pada distribusi rasa keadilan,” ucap dia.
Dedi mengungkapkan banyak yayasan yang memiliki akses secara politik mendapatkan dana dalam jumlah besar hingga puluhan miliar rupiah. Sementara itu, ada lembaga lain yang tak tersentuh bantuan.
“Kalau dibuka itu mah jadi ramai malah. Coba ada yayasan yang terimanya Rp 2 miliar, Rp 5 miliar. Ada yang Rp 25 miliar, ada yang satu lembaga terimanya sudah mencapai angka Rp 50 miliar, dan penerimaannya hanya itu-itu saja, tapi banyak lembaga lain yang tidak tersentuh, ujar politisi Gerindra itu.
Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun menemukan adanya yayasan bodong yang juga menerima dana hibah. Dia menegaskan proses pemberian dana hibah ini harus berlandaskan pada nilai-nilai agama. Dedi pun mengatakan ke depannya bantuan hibah akan difokuskan untuk pembangunan lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah tsanawiyah (mts) yang tidak memiliki akses terhadap kekuasaan atau politik.
“Kita akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik,” ucapnya.
Langkah ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam pengelolaan dana hibah di Jawa Barat, meskipun masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Laporan : Chandra